“The days are long, but the years are short”
Gretchen Rubin, The Happiness Project
Sudah tanggal dua puluh lima di bulan pertama tahun 2022, dan aku baru berusaha mengingat kembali bagaimana aku menjalani tahun 2021. Sebenarnya sejak sebulan lalu sudah bersiap, tapi karena banyak prioritas yang harus kuselesaikan lebih dulu, aku baru bisa meluangkan waktu untuk menulis sekarang. Mengapa perlu kubuat? Toh tanpa menulis review hidup juga tetap berjalan, matahari dan bulan muncul bergantian seperti hari-hari kemarin. Ya karena aku teringat kalimat di buku Bu Rubin, rasanya hari-hari berjalan terlalu cepat sampai tidak sempat menaruh maknanya. Ini upayaku mencatat perkembangan diri, meringankan kerja otak agar kapan-kapan kalau aku ingin melihat progresku selama jadi manusia, keningku tidak perlu berkerut meruntut kejadian di masa lalu.
Tulisan ini kusesuaikan dengan gayaku sendiri, setelah banyak baca dari berbagai sumber, di antaranya:
Lagi Ngulik #AbisNgulik: Annual Review 2021 - Lagi Ngulik... (substack.com),
Blog milik Justin Duke 2020 in Review · arcana dot computer,
Blog milik Andhyta Firselly Utami II. Annual Reflections | The Conundrum Journal (afuta.me).
Ada beberapa topik yang penting untuk dibahas, boleh dibaca tidak berurutan.
Health
Secara fisik, tahun 2021 adalah rekor bentuk tubuh tergemukku. Aku tidak berani dekat-dekat timbangan jadi tidak tahu sudah tambah berapa kilogram. Banyak pakaian jadi sesak, juga dagu jadi berlipat. Muncul lebih banyak garis halus, kantung mata tampak lebih gelap, rambut putih lebih sering muncul, juga jerawat hormonal yang hilang muncul sebulan sekali. Awal tahun ini lepas kawat gigi, dan sekarang sebelum tidur pakai retainer (walaupun masih belum disiplin). Namun, selain perubahan fisik, aku bisa bilang sehat. Apalagi saat pandemi yang entah kapan berakhir, bersyukur “hanya” sesekali batuk, pilek, diare, dan capek.
Bicara soal pandemi, yang naik turunnya cukup signifikan justru kesehatan mental. Rasa was-was, sedih karena kabar duka, patah hati, capek bekerja, dan rasa kesepian karena pembatasan wilayah cukup membuat payah. Untungnya lingkaran sosial kuat, ada banyak telinga dan tangan yang bergantian datang.
Proudest accomplishment: Bisa lebih jeli untuk tahu kapan prima dan kapan tidak. Ternyata, belajar stoikisme juga bisa dipraktekkan dalam ranah kesehatan. Aku tidak pernah tahu kapan akan sakit. Namun, aku punya kontrol atas upaya maksimal dalam proteksi diri. Vaksin, berjemur, menghindari tempat yang terlalu ramai, menaruh ekspektasi rendah, yoga, jalan kaki, pakai skincare lebih rutin, adalah cara termudah untuk rutin dilakukan. Setelah lebaran, aku mulai berusaha rutin sarapan berupa jus aneka buah dan sayur walaupun jenis buah dan sayurnya itu-itu saja. Menerima tanda-tanda fisik yang “menua” juga sudah lebih mudah, jadi tidak perlu histeris setiap berkaca melihat satu dua rambut putih.
Relationships (family, friendship, romantic relationship, loss)
Tahun 2021, aku punya gelar baru sebagai seorang budhe. Praktis, isi keranjang di akun-akun e-commerceku banyak berisi baju dan aksesoris bayi. Tentu tidak bisa sering bertemu karena kami tinggal di kota yang berbeda, tapi senang sekali kalau berhasil memandikan keponakan dan dia tidak menangis.
Pada ranah pertemanan, walaupun tidak banyak, aku bergabung ke beberapa komunitas baru. Semuanya “kutemukan” via daring, yang sampai hari ini beberapa orang belum pernah kutemui secara langsung (termasuk Lagi Ngulik). Sedangkan dengan kawan lama, rasanya kualitas pertemanan dengan beberapa lingkaran pertemanan terdekat semakin baik. Beberapa kali meluangkan waktu di luar jam kerja dengan teman kantor, padahal aku biasanya punya batasan jelas antara relasi profesional dan personal. Saling cek kabar satu sama lain dengan kawan-kawan lain, saling kirim bingkisan untuk turut senang di hari-hari spesialnya. Makan bersama saat kondisi pandemi cukup baik, masih dengan protokol kesehatan ketat (aku cerewet soal tempat yang terlalu ramai atau ventilasinya kurang baik).
Kalau dalam ranah relasi romantis, kurasa kurang baik. Mencoba mengenal dan kencan kasual dengan beberapa orang. Rasanya beda ya kencan saat masih di usia 20-an dan ketika sudah 30-an. Kangen juga naksir-naksir bodoh karena alasan sederhana, misal karena sama-sama suka makan coklat yang sama atau tersebab dia wangi. Akhirnya jadi banyak introspeksi diri, mungkin tidak berhasil karena (ternyata) aku kurang mau membuka diri dan tidak meluangkan waktu, juga energi untuk benar-benar kenal baik dengan orang baru. Sehingga, hanya berhenti di status kasual sampai akhir tahun.
Aku kehilangan seseorang yang lekat dengan masa kecilku tahun 2021. Seseorang yang penyayang, yang lembut hatinya menginspirasiku untuk jadi seperti beliau juga. Seseorang yang tulisan tangannya selalu tersemat di kado-kado yang ia beri, yang ayam gorengnya sedap sekali, yang mengucapkan selamat memasuki usia remaja saat aku menstruasi pertama kali.
Proudest accomplishment: Kalau ditanya hubungan yang mau dijaga yang seperti apa, aku bisa jawab hubungan yang sehat, di semua ranah. Aku sudah lama melepaskan hasrat penaklukan dalam membangun relasi. Selain itu, aku bisa mengkomunikasikan boundariesku dengan jelas. Untuk ranah family and friendship, rasanya sudah sehat. Walaupun dalam relasi romantis belum, setidaknya aku sudah berusaha. Semoga tahun 2022 bisa lebih baik.
Mind (spirituality, emotion)
Secara spiritual, tahun 2021 aku masih banyak memegang prinsip dasar stoikisme dan mindfulness dalam berkegiatan. Aku yang berprinsip “makan untuk hidup” bisa duduk tenang bersama mereka yang prinsipnya “hidup untuk makan” tanpa ingin ceramah. Aku menemukan cara baru dalam belajar agama, yaitu memaknainya dari sudut pandang filsafat. Berusaha untuk memaknai kembali rukun Islam, sekaligus mulai menjalankan yang sunnah.
Namun, aku menyadari sebuah emosi baru yang kurang baik. Aku punya rasa marah yang baru, yang kurang kusukai. Rasa marah yang kuekspresikan dengan menjadi sibuk, sehingga rasanya jadi lebih capek dibanding rasa marah biasanya. Ini masih jadi PR untukku agar bisa mengelolanya dengan baik.
Proudest accomplishment: Sudah tidak mudah goyah, lebih tenang dalam meyakini nilai yang kuanut. Aku juga banyak belajar untuk memaafkan mereka yang ucapan maupun tindakannya menyakitiku. Salah satu sumber terbaik adalah karena podcast ini:
Financial
Tahun 2021 bagiku secara finansial lebih stabil daripada tahun 2020. Secara pemasukan bertambah, dan juga aku mau tau lebih banyak perihal literasi finansial. Pernah ambil kelas berbayar untuk atur keuangan, tapi jujur belum bisa praktek sepanjang tahun. Akhirnya sekarang belajar dari beberapa akun Instagram yang bahasanya mudah kupahami. Intinya sih, tetap sadar dan bijaksana dalam konsumsi. Uang bisa digunakan untuk membeli kenyamanan, tapi jangan ukur segalanya hanya dari uang.
Proudest accomplishment: masih pegang prinsip nabung dulu kalau ingin sesuatu. Jika hasil tabungan belum cukup untuk beli barang tersebut sejumlah dua unit, maka belum waktunya beli. Jika sudah terkumpul, maka baru beli (satu, bukan dua). Ini berlaku bukan untuk barang mewah ya.
Work and career
Beberapa bulan sebelum tahun 2021 berakhir, aku punya status baru di tempat kerja: diangkat menjadi pegawai tetap. Padahal pada saat itu jujur sedang tidak tenang, sebab ada desas desus kantor pusat tidak merestui permintaan tambahan pegawai baru. Terus terang, aku sudah mulai bergerilya melempar curriculum vitae ke beberapa perusahaan menjelang tanggal habis kontrak. Status baru ini diikuti dengan tambahan tanggung jawab baru. Masa transisi bersamaan dengan kesibukan rutin akhir tahun, rasanya berat. Tapi aku cukup puas, rasanya setiap bulan sudah semakin cepat dalam memahami tanggung jawab tersebut. Apreasiasi untuk rekan-rekan di kantor yang pusing bersama, makan bersama:
Aku juga punya kesibukan baru di sela hari-hari di kantor. Suatu tanggung jawab yang kujalani dengan riang, yang lama-lama ternyata bisa kusebut dengan healing. Not a pro tip: kalau tidak bisa kerja sesuai dengan passion, maka cari kesibukan di luar karirmu yang sesuai passion. Kalau sama-sama bisa menghasilkan uang, kurang lebih sama juga rasa senangnya. Oh ya, kalkulasi dulu kemampuan diri ya. Jangan sampai tanggung jawab sampingan membuat tanggung jawab utama keteteran.
Proudest accomplishment: kalau yang satu ini, bangga sekali dengan diriku. Ada satu doa yang selalu kurapal agar semua lancar, yang ini:
Miscellany
Hobi baru tahun 2021 adalah ikut giveaway! Sering ikut, dan beberapa kali menang. Pernah dapat serum rambut, voucher belanja, buku, dan lain-lain. Hobi lama yang masih sering dilakukan yaitu nonton film, tapi via Netflix. Herannya justru lebih suka nonton film yang lama dari pada film-film baru. Aku juga lebih sering menulis, walaupun masih lebih banyak yang berupa microblog (alias meracau di Twitter).
Sebetulnya pernah punya rencana untuk lebih sering berlibur. Sayang, ada beberapa rencana liburan yang harus batal karena satu dan lain hal. Lalu, ingin solo traveling beberapa hari di akhir tahun. Tapi karena kasus COVID-19 naik lagi, juga karena di kantor sedang padat maka terpaksa kuundur entah sampai kapan. Punya janji dengan seorang sahabat untuk minimal pergi bersama setahun sekali, dan tercapai di awal tahun. Kami senang karena “naik kelas”, biasa libur dengan tas punggung, lalu bisa liburan dengan menjinjing koper.
Proudest accomplishment: lebih banyak punya waktu untuk menyenangkan diri sendiri. Seperti wejangan seorang teman: “Kasihilah sesamamu seperti kamu mengasihi dirimu sendiri. Dirimu dulu, kalau kamu tidak mengasihi dirimu, gimana kamu mengasihi orang lain?”
Baiklah, rasanya ini sudah cukup panjang. Semoga tahun 2022 ini lebih baik dari kemarin. Terima kasih telah membaca.