Beberapa tahun lalu, gw menemukan sebuah konsep bernama Alter Ego Effects. Siapa yang mencetuskan pertama kali gw ga tau, tapi ada satu buku yang sudah dipatenkan oleh Todd Herman.
Buat gw, ini adalah konsep yang keren. Simpelnya adalah membuat suatu kepribadian baru dari diri kita sendiri menjadi pribadi yang lain. Kalau bisa dikasih contoh yang lebih terlihat seperti karakter-karakter superhero yang punya 2 identitas. Batman dan Bruce Wayne. Spider-Man dengan Peter Parker.
Batman adalah seorang pembasmi kejahatan di malam hari, sementara Bruce Wayne adalah seorang milyader dan pengusaha terkenal di kota Gotham. Spider-Man adalah seorang pahlawan yang baik hati, Peter Parker adalah si kutu buku yang suka dengan sains. Dua kepribadian yang berbeda.
Yang gw kira, konsep alter ego ini cuma ada di dunia komik atau cuma berubah kostum seperti Power Rangers.
Ternyata, di kehidupan nyata, bukan cuma ganti kostum juga beberapa public figure membuat karakter ini juga. Seperti Kobe Bryant, seorang pebasket.
Kobe Bryant membedakan diri antara dirinya di dalam dan di luar lapangan. Di luar lapangan ia adalah Kobe dengan begitu banyak hal yang membentuk dirinya, ada keberanian tapi juga ada sisi nervous, ada sisi family man juga, sementara di dalam lapangan ia menjadi Black Mamba yang fokus, cepat, sadis, dan mengeliminasi sifat-sifat yang ia tidak perlukan ketika bermain basket.
Nah, hal ini beberapa hari belakangan lagi gw coba, untuk membuat alter ego DEVON yang lainnya.
Pertanyaannya, mengapa gw kepikiran dan perlu alter ego ini?
Menerapkan Batasan
Ga seperti di cerita fiksi, kepribadian kita ga hitam putih. Ga selamanya gw bakal jadi orang yang pede, walaupun suka menolong, ga semua orang akan gw tolong. Sifat-sifat yang ada di diri kita itu seperti spektrum, ga tetap dan selalu berubah-ubah. gw merasa kalau tidak bisa memposisikan diri, maka kita tidak punya batasan yang jelas.
Contoh yang gampangnya, sering banget gw susah kasih boundary antara personal life dan professional life, apalagi setelah kerja di luar 9-5. Kadang ada rasa ga enak kerja di luar jam kerja, padahal udah ganggu personal life. Nah itu pun yang membuat gw kepikiran jadinya.Memaksimalkan Kemampuan
Maka dari itu, ketika membuat kepribadian, gw bisa memaksimalin dan tahu kondisi untuk mengeluarkan sifat-sifat gw yang ada. Misalnya, gw punya sifat positif resilience (anggep nilainya 7) dan di sisi negatifnya adalah ragu-ragu (nilainya 6). Ketika gw masuk ke alter ego Devon seorang atlet, maka gw akan maksimalin sisi resilience gw ke 9 misalnya, ketika cape push up, gw yang resilience ga bakal tuh berhenti. Sementara sifat ragu-ragu nilainya akan diturunkan ke 2. Jadinya bakal lebih maksimal ketika berolahraga tanpa ada rasa ragu. Ketika beres olahraga, balikin normal lagi.“Devon” bukanlah Devon
Balik lagi ke contoh atlet tadi, misalnya di mode atlet gw adalah orang yang fokus ke diri sendiri aja, gw bakal ga terlalu lihatin orang lain. Tapi, bukan berarti gw adalah Devon yang cuek ya secara keseluruhan. Ketika gw berubah mode observer, maka gw akan geser spektrumnya jadi fokus untuk mempelajari orang lain.
Dengan begitu, gw bisa lebih menyesuaikan diri dan lebih pede. Karena gw seperti memeluk suatu identitas sementara. Kalaupun ada judgement dari orang lain, gw bisa reframe, mereka ga lihat Devon secara keseluruhan, mereka cuma lihat sepotong fragmen dari Devon.
Kalau ada yang tertarik bisa coba deh, kalau masih bingung silahkan comment.
goodbye 😚👆and good night 👉💥
— “SNACK BAR” Devon