Apakah Aku Sudah Cukup Siap Menjadi Orang Tua?
Am I doing enough to prepare my kids for the future?
Pertanyaan ini saya dapatkan dari Dan, kawan di sebuah komunitas yang menyukai bahasan produktivitas dan mindfulness, Ness Labs. Respon bermunculan dari banyak orang. Hampir kesemuanya sepakat bahwa membayangkan masa depan untuk generasi penerus membuat kami reflektif terhadap apa yang telah kami lakukan dan apa yang bisa dilanjutkan di kemudian hari. Bahkan untuk yang tidak berencana menjadi orang tua sekalipun.
Jujur saja, masa depan adalah antah berantah, area yang manusia tak punya kuasa dan seringkali menimbulkan kecemasan. Ketidak-mampuan kita untuk memperkirakan, memprediksi apa yang akan terjadi, menjadikan masa depan menjadi momok dan sumber kecemasan. Saya sendiri telah melepaskan ekspektasi dan mengakui lemahnya kemampuan untuk memperkirakan masa depan ketika anak perempuan saya berumur 6 tahun. Saat itu ia tak setuju atas keputusan saya dan bersikeras memperjuangkan keinginannya. Ia berujar:
"I disagree with you Mom, let's make a vote, I (already) have the ballot box"
sembari membagikan kertas kecil kepada saya dan Bapaknya. Separuh pikiran saya tertawa melihat ia menggunakan sistem demokrasi untuk mencapai tujuannya, tetapi separuh yang lain juga cemas, am I prepared enough as her parent?
Dalam "Thank You for Being Late" karya Thomas L. Friedman, ia menjelajahi dalam-dalam percepatan teknologi, geopolitik, dan perubahan iklim, dengan prinsip-prinsip berharga untuk membimbing kita menghadapi masa depan. Ia menyebut (paling tidak) ada 2 prinsip yang dapat kita pegang untuk menghadapi tantangan di depan: meniru Ibu Bumi dan membangun komunitas.
Meniru Ibu Bumi: Adaptasi, Ketangguhan, dan Evolusi
Pemahaman konsep "Meniru Ibu Bumi" yang dipaparkan dalam buku Friedman sangat relevan dalam konteks menjadi orang tua dan mempersiapkan anak-anak kita untuk dunia yang penuh ketidakpastian. Seperti halnya Bumi yang beradaptasi dengan perubahan dan terus berevolusi, kita perlu menanamkan pada anak-anak kita nilai-nilai adaptabilitas, ketangguhan, dan kemampuan untuk terus berkembang. Ketika mereka tumbuh dewasa, mereka perlu dilengkapi dengan keterampilan untuk menghadapi perubahan dan mengatasi tantangan-tantangan yang tak terduga. Mendorong rasa ingin tahu, kemampuan berpikir kritis, dan keterampilan pemecahan masalah akan memberdayakan mereka untuk tetap unggul dalam dunia yang terus berubah. Dengan mengasah kemampuan ini, kita sedang mempersiapkan mereka untuk tidak hanya bertahan, tetapi juga berinovasi dan membentuk masa depan.
Inovasi juga merupakan kemampuan yang dapat membantu ‘melapisi’ lagi adaptabilitas yang telah kita miliki. Menurut Alastair Campbell dalam bukunya “Winners”, secara konsisten para pemenang di bidang bisnis, olahraga dan politik merupakan orang-orang yang dapat beradaptasi lewat inovasi yang diciptakan. Pola ini dapat kita latih dengan mewajarkan pertanyaan-pertanyaan kritis dilontarkan dalam rumah, sehingga ide-ide untuk berinovasi dapat tumbuh dengan alami di benak anak-anak.
Komunitas: Berpikir dan Bertindak untuk Kebaikan Bersama
Prinsip kedua yang ditekankan dalam buku Friedman adalah pentingnya membangun dan sekaligus kembali pada komunitas. Di era kemajuan teknologi, membentuk rasa memiliki peran dalam komunitas krusial dalam membimbing anak-anak kita menuju masa depan, di mana mereka berpikir dan bertindak untuk kebaikan bersama. Sebagai penulis, saya menyadari kekuatan kolaborasi dan usaha bersama dalam menciptakan perubahan positif. Menanamkan nilai empati, kerja sama, dan kemampuan memecahkan masalah secara bersama-sama pada anak-anak kita akan membantu mereka berkontribusi secara bermakna dalam komunitas mereka. Mendorong partisipasi dalam proyek-proyek kelompok, mengajak mereka untuk berpartisipasi dalam kegiatan relawan, dan mendorong diskusi terbuka akan membantu mereka membangun hubungan dan menemukan kesamaan meski dalam (situasi dengan banyak) perbedaan.
Kutipan dari kitab Talmud dalam buku “How Adam Smith Can Change Your Life” karya Russ Roberts ini mewakili tentang bagaimana menempatkan dan mengajarkan peran individu dalam komunitas atau masyarakat. Perlu adanya kesadaran, untuk menangkis anggapan bahwa apa yang dilakukan sendirian itu sia-sia dan mau kontinyu berpartisipasi.
Epilog
Meski pertanyaan ini diajukan oleh seseorang yang akan dan/atau sudah menjadi orang tua, sebenarnya jawaban yang ditawarkan di atas berlaku untuk siapa saja. Menerapkan konsep meniru Ibu Bumi dan menjadi bagian dari komunitas juga dapat diterapkan individu untuk memperkuat diri dalam menghadapi masa depan. Langkah-langkah riilnya dapat berupa upaya belajar sepanjang hidup, menambah pemahaman tentang tren teknologi, dan keterlibatan aktif dengan lingkungan sekitar. Dengan melakukannya, kita sedang membentuk pola pikir yang tangguh dalam menghadapi tantangan, serta penuh keberanian dan kreativitas.