Bagaimana Kamu Melihat Dirimu Saat Ini?
Pekan ini saya berkesempatan untuk menghadiri satu wawancara. Salah satu pertanyaan yang diajukan kepada saya adalah yang menjadi judul artikel ini: Bagaimana kamu melihat dirimu saat ini? Dengan semua pencapaian, apa yang sudah kamu lakukan dan jalani.
Pertanyaan ini membuat saya berpikir sejenak sebelum menjawab dan ingin membagikan refleksi yang lebih panjang di sini. Saat melihat kepada diri sendiri, apa yang biasa kita lakukan, apa yang terlewat dan apa yang perlu kita lakukan ke depan agar lebih tepat memandang diri sendiri.
Cara dan Bias Kita saat Menceritakan tentang Diri
Menjawab pertanyaan tentang bagaimana kita melihat diri sendiri bisa menjadi momen yang membuat kita berpikir lebih dalam. Tidak hanya merenungkan pencapaian yang sudah kita raih, tetapi juga bagaimana kita menggambarkan diri kita kepada diri sendiri dan kepada orang lain. Seperti yang dikatakan Amy Cuddy dalam bukunya "Presence", mengenali apa yang benar-benar penting bagi kita adalah satu hal, tetapi sama pentingnya adalah mengambil kendali atas cara kita menceritakan kisah kita, baik kepada diri kita sendiri dan orang lain.
Cara kita berbicara tentang diri kita sendiri, dapat mempengaruhi bagaimana kita memahami dan menghadapi hidup. Jika kita selalu berbicara tentang diri kita sendiri dengan pandangan yang negatif, tidak dapat dihindari kecenderungan munculnya rasa tidak percaya diri atau kurang berharga akan lebih tinggi. Sebaliknya, jika kita mengakui pencapaian dengan rendah hati dan menggali nilai-nilai yang penting bagi kita, maka akan lebih mudah termotivasi dan merasa lebih positif tentang diri sendiri.
Di saat yang sama, kita perlu juga menyadari bias yang kita miliki dalam melihat diri kita sendiri. Kita cenderung melihat diri kita sebagaimana kita ingin dilihat, bukan sebagaimana adanya. Seperti yang diungkapkan oleh Russ Roberts dalam bukunya "How Adam Smith Can Change Your Life", kita ingin tidak hanya dicintai, tetapi juga memandang diri kita sebagai pribadi yang indah. Kita sering kali lebih memilih untuk mengelak dari kenyataan sebenarnya tentang diri kita sendiri, karena rasa nyaman yang diberikan oleh self-deception. Kita (ternyata) ‘suka’ memperdaya diri kita sendiri.
To rephrase Smith's original line about being loved and lovely, we want not only to be loved, we want to think of ourselves as lovely. Rather than see ourselves as we truly are, we see ourselves as we would like to be. Self-deception can be more comforting than self-knowledge. We like to fool ourselves.
~ How Adam Smith Can Change Your Life, Russ Roberts
Fenomena ini dapat mempengaruhi cara kita menceritakan kisah tentang diri kita sendiri kepada orang lain. Kita cenderung untuk menonjolkan pencapaian dan sisi positif dari diri kita sendiri, sementara menyembunyikan kelemahan atau kegagalan yang mungkin kita alami. Kita ingin mempresentasikan diri kita sebagai pribadi yang sempurna, sukses, dan tak tergoyahkan. Namun, dalam jangka panjang, hal ini dapat menghasilkan gambaran yang tidak akurat tentang diri kita sendiri, serta mempengaruhi cara kita berinteraksi dengan orang lain.
What’s Next?
Lalu bagaimana cara kita untuk dapat memandang diri sendiri dengan berimbang dan objektif dan kemudian menjadi bekal untuk melangkah ke depan? Berikut beberapa tips yang dapat dipraktekkan.
1. Journaling (Morning Pages)
Morning Pages adalah salah satu teknik journaling yang dicetuskan oleh penulis Julia Cameron dalam bukunya The Artist’s Way, dan sudah banyak diadopsi oleh para tokoh. Teknik ini mengharuskan seseorang untuk menulis dengan tangan (handwritten) sebanyak 3 halaman penuh setelah bangun pagi. Tidak ada peraturan lainnya. Tidak ada batasan apa yang ditulis. Hanya tulis apa yang ada di benak kalian.
Seperti layaknya teknik journaling yang lain, dengan menuliskan apa yang ada di benak kita, ia akan membantu sesuatu yang abstrak menjadi konkret, sesuatu yang intangible menjadi tangible. Begitu pula pandangan atas diri sendiri yang selama ini hanya ada dalam pikiran, ketika dituliskan ia akan lebih mudah dilihat dari beberapa perspektif sekaligus mudah mengevaluasi apakah objektif atau tidak.
2. Impartial Spectators
Untuk menjaga diri kita berada di titik yang seimbang, tidak berlebihan memuja diri sendiri dan juga tidak mengutuki diri sendiri, Adam Smith menawarkan sebuah konsep bernama impartial spectator. Bertingkah lakulah seolah-olah (selalu) ada penonton yang merupakan bagian dari dirimu yang bersikap adil dalam menilai perbuatanmu. Ada yang menganggap konsep ini mirip dengan Tuhan yang selalu mengetahui tingkah laku manusia. Tetapi Smith menolak perumpamaan tersebut, dan menggaris bawahi bahwa poin paling penting adalah ‘penonton’ tersebut adalah diri kita sendiri.
3. Fokus pada apa yang bisa dilakukan
Setelah kita bisa jujur melihat diri sendiri sesuai dengan realita, fakta yang ada, maka yang perlu menjadi pusat perhatian adalah apa yang bisa dilakukan (saat ini). Hal ini mengajak kita agar tidak terlampau larut pada kejadian yang telah lalu, tetapi berlanjut mempertanyakan dan melakukan aksi yang bisa kita lakukan mulai dari sekarang.