Bermula dari diskusi dengan Devon, seminggu terakhir ini saya getol ngulik sebuah pertanyaan penting:
Bagaimana cara mengorganisasi komunitas?
Komunitas yang thriving, produktif, kreatif & kontinyu. Bukan rahasia jika saya bertemu Devon di sebuah komunitas lalu berkesempatan berkarya bersama. Ketika komunitas kami harus berubah bentuk platform & mengalami penurunan interaksi yang drastis, saya pribadi juga penasaran & ingin tahu jawaban pertanyaan di atas.
Karena komunitas merupakan bentuk organisasi, maka saya kembali ke organizational psychologist favorit, Adam Grant. Jika ditotal-jenderal, hingga hari ini sudah lebih dari 8 jam kuliah, speech, TEDTalk Grant yang saya pelajari. Fakta yang baru saya ketahui adalah ada 3 macam style perilaku yang diadopsi dalam mengejar kesuksesan: giver, taker dan matcher.
Giver, tentu cenderung memberi value, suka membantu. Berusaha mencari cara untuk berkontribusi tanpa mengkhawatirkan imbal balik. Taker, akan melakukan sesuatu jika hal tersebut lebih menguntungkannya. Taker memandang dunia sebagai tempat yang kejam, persaingan sikut kanan & kiri itu sah-sah saja. Matcher, tit for tat, transaksional, aku akan begini jika kamu begitu. Matcher melihat keadilan adalah eye for an eye.
Coba perhatikan grafik ini. Giver mendominasi papan atas & papan bawah grafik tersebut. Apa bedanya? Giver yang sukses, sama atau bahkan lebih ambisius dibanding Taker & Matcher. Lain lagi dari responnya. Ketika Giver yang sukses, orang-orang yang lain akan turut bergembira, mendukung mereka secara tulus dibanding nyinyir & julid atas kesuksesan tersebut. Data menarik yaitu organisasi yang memiliki lebih banyak Giver memiliki banyak indikator positif: profit lebih tinggi, kepuasan konsumen lebih tinggi bahkan pengeluaran yang lebih rendah.
Kembali ke komunitas, apalagi non-profit, setelah mengetahui hal ini, pertanyaannya berubah:
How to build a culture where the Giver could be excel?
Bagaimana agar bisa melindungi mereka, karena keberadaannya ternyata penting untuk organisasi menjadi lebih baik. Kemarin sempat buka question box di IG dan ada beberapa feedback tentang bagaimana menjaga kapasitas/ bandwidth Giver agar tidak mudah habis. Ada yang jawab penting untuk set peraturan/boundaries; perlu tahu timing untuk giving; atur rotasi/shifting yang tepat. Kita balik lagi ke pak Adam Grant yuk, simak apa kata beliau. Ada 3 hal penting:
1. Lindungi Givers dari Burnout
Jika kita paham Givers adalah anggota berharga dari komunitas, maka kita perlu menjaganya, terutama dari burnout. Feedback di twit sebelumnya adalah contoh yang relevan & praktikal untuk diterapkan.
Hindari juga salah kaprah: menjadi Givers bukan menjadi nabi. Memberi small value dalam waktu singkat itu sudah cukup. Grant mengutip tips untuk menerapkan '5 minutes favor', bantuan yang butuh 5 menit aja. Contohnya mengenalkan satu orang ke orang lain, memberi feedback singkat. Prinsip ini bagus karena ada batasan waktu, sehingga Giver tak perlu terbebani. And you know what? It's already matters.
2. Membudayakan Cari Pertolongan (Help-seeking)
Givers yang sukses, tahu betul jika menerima pertolongan & menjadi receiver itu oke & boleh hukumnya. Mengutip jawaban kawan saya Christopher Rodjito, “Give and take adalah sebuah siklus, yang tetap akan dialami oleh setiap orang”. Membuat pemahaman ini menjadi normal & wajar penting dilakukan, agar distribusi kontribusi anggota komunitas semakin merata.
Dalam organisasi, hal ini bisa dipermudah dengan menyediakan sistem yang memang ditujukan untuk bantu-bantu. Semacam sie "penolong" yang tugasnya adalah membantu anggota yang lain. Jika ada role khusus seperti ini dapat menurunkan tensi atau keengganan meminta bantuan. Grant juga memahami mengapa beberapa orang memilih diam, karena takut dianggap tidak kompeten, berasumsi bahwa orang lain tidak suka, dsb. Well, it’s an assumption & not correlated, temans.
3. Jauhkan Orang yang Salah dari Komunitas
Apakah komunitas itu hanya butuh Givers? Ternyata tidak. Jika tidak ada yang minta tolong, Givers bisa merasa frustasi karena tidak tahu bisa membantu siapa. Di sisi lain, terlalu banyak Takers pun bisa bahaya, karena relasinya bisa menjadi seperti lintah yang numpang enaknya saja. Maka saran Grant adalah berhati-hati ketika hiring atau team building. Kenapa Matcher tidak disebut? Matcher bersifat mengikuti norma, mereka mengikuti bagaimana kultur yang terbentuk. Jika kulturnya positif, Matcher pun turut serta berkontribusi positif.
Hm, apa kamu penasaran kamu masuk kategori yang mana? Coba ambil quiznya. Meski begitu, Giver-Taker-Matcher bukanlah clear cut yang kaku. Grant memahami hal ini & memaparkan bahwa ketiganya lebih merupakan spektrum. Ada banyak konteks & situasi yang membuat manusia cenderung menjadi Giver atau Matcher di kesempatan lain.
Anjuran terakhir dari Grant adalah untuk mendefinisikan ulang tentang kesuksesan. Selama ini, sukses diasosiasikan dengan memenangkan kompetisi. Bagi Grant, sukses perlu diukur dari kontribusi. Maka kultur yang mendukung komunitas untuk bertumbuh positif adalah yang memudahkan kontribusi tanpa kelelahan dan melebihi kapasitas. Bagaimana caranya? Breakdown 3 poin di atas menjadi actionable items yang sesuai dengan value komunitas. Batasan apa yang tepat, semangat apa yang mau dibawa, ciptakan ruang & kanal untuk menyediakan sekaligus meminta bantuan, misalnya.
Kalian bisa membaca buku Adam Grant 'Give and Take' untuk pembahasan lebih mendalam. Versi singkatnya bisa kalian simak di TEDTalk beliau.
Kalau kepo banget juga bisa baca profil sekaligus pembahasan dari Susan Dominus di The New York Times Magazines yang mendalam ini. Jika kalian menikmati artikel ini, subscribe Lagi Ngulik untuk cerita proses belajar lainnya. Terima kasih!