Artikel kali ini sungguh istimewa, karena bertepatan dengan satu tahun berjalannya Lagi Ngulik. Jika ditanya, apakah tidak sulit memulai project bersama dengan Devon, yang bahkan belum pernah bertemu muka secara langsung? Ada kalanya terasa mudah, ada kalanya terasa menantang. Pertanyaan ini pula yang membawa saya pada topik artikel ini: komitmen. Jika di perspektif relasi romantis, saya pernah membahas di podcast saya, bahwa komitmen-lah yang menjadi jangkar bertahannya sebuah hubungan. Kali ini saya ingin membahas lebih jauh tentang faktor penting dalam komitmen itu sendiri. Mengutip notifikasi dari app The Pattern, bertahan pada komitmen yang telah dibuat membutuhkan keberanian dan integritas.
Courage
Saat berbicara tentang keberanian, apa yang terlintas di benak kalian? Nekat? Mentalitas 'ayo hajar bleh, resiko pikir belakangan'? Bagi saya, hal-hal ini bukanlah courage yang diperlukan dalam berkomitmen. Dalam bukunya Giver & Taker, Adam Grant menggunakan istilah risk aversion untuk menyebut orang-orang yang sukses dengan cara tidak gegabah dalam mengambil keputusan. Misal dari risetnya ia menemukan bahwa entrepreneur yang tidak terburu-buru melepaskan pekerjaan (day job, pekerjaan utama) untuk mengejar karir entrepreneurialnya, terbukti 33% lebih rendah kemungkinan untuk gagal dibanding yang langsung keluar dari pekerjaan utama.
“If you're risk averse and have some doubts about the feasibility of your ideas, it's likely that your business will be built to last. If you're a freewheeling gambler, your startup is far more fragile.”
~ Give and Take, Adam Grant
Courage yang dimaksud juga bukan keberanian untuk melakukan hal yang salah. Kalian pernah dengar frase 'berani karena benar' kan? Jika kita sudah melakukan hal yang benar, secara otomatis keberanian itu akan tumbuh. Berbeda jika rasa 'berani' tersebut adalah kenekatan untuk menerjang norma-norma atau common sense, maka hal tersebut hanya menipu diri sendiri. Contoh sederhana, berani berbohong bukanlah termasuk courage, karena kita tahu secara nalar yang wajar bahwa berbohong itu salah. Tak usah dipelintir, dibolak-balik sedemikian rupa agar definisinya menyesuaikan kehendak kita. Apalagi jika dalam konteks komitmen, maka courage yang perlu kita gunakan adalah yang benar.
Lalu bagaimana kamu mengaplikasikan courage ini dalam komitmen membuat Lagi Ngulik, Vin? Seperti diceritakan Devon, saya mengajaknya untuk membuat Lagi Ngulik sebagai platform berbagi hasil belajar kami. Saya berani mengajak Devon setelah menghitung berapa banyak waktu yang kira-kira dihabiskan, proporsinya terhadap kegiatan saya, juga mendiskusikannya dengan suami sekaligus menerangkan kepada anak ketika dalam prosesnya. Komunikasi dengan keluarga adalah bagian dari 'kebenaran' yang perlu saya lakukan. Kegiatan yang saya niatkan baik ini, bisa jadi 'tidak benar' jika anak saya merasa tidak mendapat perhatian yang cukup, misalnya. Hal ini sangat berkaitan dengan faktor kedua, integritas.
Integrity
Warren Buffett memiliki 3 syarat penting ketika merekrut pekerja atau memilih orang yang akan berbisnis dengannya. Integritas, intelegensi, inisiatif. Tetapi ia menekankan, tanpa yang pertama (integritas), maka dua syarat lain bisa jadi senjata makan tuan. Cerita ini1 menunjukkan betapa pentingnya integritas.
Pertanyaan selanjutnya tentu, apa itu integritas? Bagaimana kita mengaplikasikannya? Dalam Effortless, Greg McKeown menerjemahkan integritas sebagai kualitas trustworthy, dapat dipercaya. Apa yang dilakukan seseorang, sejalan dengan apa yang ia ucapkan atau ia janjikan. Rasa percaya ini dapat menjadi 'pelumas', mempermudah proses relasi, pekerjaan, transaksi baik di organisasi maupun keluarga. Ketika kita mampu mempercayai seseorang, baik penilaian maupun perilakunya, maka kita tidak akan merasa dihantui kekhawatiran, kecemasan atau bahkan ketakutan.
Apapun konteksnya, ketika berhubungan dengan orang lain kita akan punya prioritas masing-masing, alokasi waktu & mental yang berbeda. Rasa percaya akan memudahkan kita karena ada rasa aman untuk dapat berbicara jujur & menyetarakan tujuan bersama.
Ketika membuat Lagi Ngulik, saya paham bahwa integritas hanya bisa dibuktikan oleh waktu. Saya berusaha agar Devon dapat menaruh kepercayaan pada saya, dengan memenuhi apa yang perlu saya kerjakan dalam proses penulisan tiap edisi. Begitupun sebaliknya, saya bisa percaya pada Devon ketika seiring berjalannya waktu saya tahu dan bisa ‘memegang’ apa yang ia janjikan.
Dari dua faktor ini, komitmen untuk berbagi hasil belajar lewat Lagi Ngulik dapat berlangsung selama satu tahun terakhir. Semoga tidak ada halangan untuk bisa lanjut bertumbuh bersama. 😊
Dibaca di buku Effortless karya Greg McKeown halaman 189