Untuk melatih rasa percaya diri, memang diperlukan usaha yang tidak sedikit. Saya tidak akan berpura-pura dan mengatakan ini mudah, atau bahkan berkata 'Anda pun bisa melakukan hal yang sama' dengan ringan. Ada banyak faktor yang berperan, dan hal ini mengingatkan saya pada Hashi Mohamed dalam bukunya 'People Like Us':
Perasaan (tidak) memiliki tempat yang sesuai adalah ungkapan terbaik untuk menggambarkan perasaan saya tentang studi di Inggris. Untuk dapat betul-betul percaya bahwa orang lain dan institusi akan melihat dan mengapresiasi diri ini masih perlahan saya bangun. Mungkin hanya perkara waktu, mungkin juga tidak. Mohamed melanjutkan untuk menekankan betapa pentingnya representasi dalam setiap situasi, karena sangat mudah menjadi tidak percaya diri, misalnya, ketika Anda diwawancarai dan tidak ada seorang pun di pihak pewawancara yang memiliki warna kulit atau cara berpakaian seperti Anda.
Melirik analogi lainnya, barangkali isi lagu 'Englishmen in New York' tidak cukup tepat sebagai perbandingan karena bahasa Inggris bukan bahasa ibu saya, dan saya juga bukan pria kulit putih seperti Sting atau Quentin Crisp, yang menjadi inspirasi lagu tersebut. Tetapi yang saya rasakan serupa adalah bagian 'I'm an alien, I'm a legal alien'. Keterasingan sebagai liyan dan merasakan bahwa perbedaan adalah yang mengambil porsi paling besar dalam pengalaman yang dijalani.
Menjadi seorang ibu, istri, dan tidak memiliki jalur karir yang lurus membuat saya kesulitan untuk memperkenalkan diri dengan percaya diri. Jadi, saya memilih untuk memperkenalkan diri sesederhana mungkin, agar tidak memicu pertanyaan lebih lanjut. Kadang-kadang, saya merasa telah mereduksi diri saya terlalu jauh, hingga tidak terdengar seperti diri saya lagi. Kondisi yang sangat bertentangan ini aneh, namun inilah yang paling menggambarkan situasi saya.
Maka dari itu, saya mengubah strategi. Saya mengambil petunjuk dari buku Amy Cuddy 'Presence' sebagai bantuan. Dia menekankan bagaimana membangun hubungan baik, atau persepsi sosial yang tepat adalah melalui kehangatan dan kompetensi. Saya yakin saya memiliki yang pertama, dan sekarang saya sedang berusaha untuk yang kedua. Saya meluangkan waktu untuk membaca semua materi pokok dengan kritis sebelum kuliah, agar saya bisa memberikan pendapat dan memiliki pertanyaan yang siap diajukan. Jika memungkinkan, saya akan mencoba untuk mengajukan pertanyaan tersebut di kelas, meskipun pipi saya sering merona setiap kali saya melakukan hal itu. Saya mengunjungi dosen dengan pertanyaan dan ide saya (dan semoga rancangan) untuk menanyakan hal-hal yang belum saya pahami sepenuhnya. Percayalah, ini membutuhkan dorongan adrenalin dan detak jantung yang tak berhenti. Karena saya dibesarkan dalam lingkungan pendidikan di mana kepatuhan adalah prioritas, bertanya dan mengkritik seringkali tidak diharapkan. Apalagi bertanya tentang konsep yang kompleks, tantangannya pun menjadi berlipat.
Jika saya bisa meniru keberanian Shaggy dalam lagu 'Englishman in New York' (dia mengubah liriknya menjadi '..Jamaican in New York'), mungkin saya akan menulisnya seperti ini:
I am wearing my veil bright and proud
Always smiling with my eyes and lips
I skip vinegar in all my chips
I'm Indonesian in England