Sudah 2 tahun lebih saya gemar ngulik perihal produktivitas. Sempat juga dapat pertanyaan: kenapa sih Vin seneng banget belajar tentang produktivitas? Ga capek? Well, saya biasanya bertanya balik, emang ketika tidak melakukan apa-apa tidak capek? Apakah ketika tidak memperhatikan bagaimana waktu kita dihabiskan maka waktu bisa disimpan? Jika capek & habisnya waktu itu pasti & tidak bisa ditawar, maka belajar perihal produktivitas adalah untuk mengoptimalkan bagaimana keduanya digunakan. Optimal tidak berarti obsesif & eksesif ya.
Kali ini saya ingin jujur atas alasan-alasan saya pribadi
Karena saya (sejujurnya) pemalas
Dulu saya berusaha untuk menolak bahwa saya adalah pemalas. Sampai ketika saya memahami bahwa rasa malas sebenarnya adalah sinyal yang perlu direspon, bukan hal yang buruk. Mengapa rasa malas ini muncul? Apakah sebenarnya hal ini terlalu sulit untuk dihadapi saat ini? Apakah saya sebenarnya butuh bantuan? Atau sebenarnya saya memang simply tidak suka? Jika iya, apa hal yang bisa dilakukan agar the jobs gets to be done, dengan cara seefektif mungkin? Kalian mungkin bisa menonton video dari Gary Vee ini untuk memahami rasa malas itu sendiri.
Meski sudah tahu pemalas, tapi banyak mimpi
Banyak mimpi, banyak mau, tapi suka malas. Gimana dong? Haha. Inilah kenyataan yang butuh waktu untuk bisa menerima. Menerima bahwa banyak mimpi tidak masalah, tapi tidak semua mimpi harus diwujudkan sekarang, saat ini juga & menginginkan hasil yang instan. Dengan belajar produktivitas, saya menyadari bahwa ada bandwidth pribadi yang tidak bisa diterobos. Karena jika jebol, terlalu banyak yang dipertaruhkan, seperti kesehatan, keluarga, relasi yang penting & perlu dimiliki. Dari sini belajar untuk mengatur fokus & atensi juga skala prioritas.
Jalan pintas itu tidak ada, yang ada adalah cara-cara untuk membuat jalan yang ditempuh lebih efektif & optimal
Tidak seperti kesalah-kaprahan banyak orang, yang memaknai bahwa belajar produktivitas itu sama dengan cari jalan pintas. Justru sebaliknya, jalan yang ditempuh sama, tapi bagaimana kita bisa punya kendaraan yang ajeg/sustainable, dilengkapi dengan fitur pengaman yang mumpuni, juga perencanaan rest area yang nyaman, kira-kira begitu analoginya.
The ultimate goal: to divorce my time with my income
Kalau ini adalah alasan yang terbesar, yang saya pandang-pandangi, lihat lagi ketika kadang ragu, mengapa perlu untuk belajar produktivitas. Bentuk kerja yang paling sederhana adalah ketika kita ‘menjual’ atau menukar waktu kita dengan gaji atau upah. Guru menyediakan waktu untuk mengajar murid dan dapat gaji, misalnya. Topik produktivitas membahas bagaimana ada hal-hal dalam hidup kita yang dapat di-otomasi, juga didelegasikan terhadap teknologi. Jika kita dapat melepaskan diri dari ketergantungan kita terhadap jual beli waktu - upah, maka rasanya kebebasan itu sudah jadi nyata. Term ini saya pelajari dari Jack Butcher, dari twit di bawah ini.
Alasan-alasan ini bisa jadi terasa naif & sederhana, tetapi cukup untuk membuat saya kontinyu mempelajari produktivitas & menikmati proses di dalamnya. I don’t know if it could resonate to you at any point. Selamat menemukan alasanmu untuk ngulik sesuatu!