Ketika memiliki mimpi besar, mimpi yang butuh perjalanan panjang dan bertahun-tahun untuk mencapainya, ada satu hal yang paling menantang untuk saya: endurance atau ketahanan. Terkadang banyak kejadian yang membuat mimpi itu nampak terlampau sulit, tantangan yang mustahil dilewati dan cobaan lainnya yang menggoyahkan keinginan kita untuk meraih mimpi tersebut. Apa yang perlu kita lakukan? Ada yang bilang bahwa kuncinya terletak di dalam motivasi. Ada juga yang menekankan pada habit yang dibangun. Ketika melihat lagi upaya apa yang saya lakukan selama lima tahun ke belakang, ia mengerucut menjadi 3 hal berikut.
Big emotions
Emosi adalah sesuatu yang bersifat impermanent, fleeting, sementara dan akan berlalu seiring berjalannya waktu. Karena nature dari emosi yang demikian, jika ada emosi yang bercokol lama, menghantui dari waktu ke waktu, maka perlu kita evaluasi lagi. Apa yang sebenarnya menjadi akar, penyebab munculnya emosi tersebut.
Prinsip ini juga yang biasanya membantu saya saat mengetahui sebuah mimpi, goal, tujuan tersebut penting atau tidak, dapat bertahan lama atau tidak bagi saya. Salah satu mimpi besar yang saya rawat hingga saat ini adalah menabung untuk dapat beribadah haji. Ketika pertama kali merasa mendapat ‘panggilan’, ia bermula dari emosi besar dan berulang yaitu rasa iri. Saat hal itu terjadi, saya merasa ada yang aneh pada diri saya. Saya jarang sekali merasa iri atas apa yang dipunyai orang lain, tetapi setiap kali mendengar kawan, kolega yang seumuran dengan saya dan sudah mampu berhaji atau paling tidak telah memiliki nomor porsi haji, saya merasakan rasa iri itu muncul. Setelah mengevaluasi, refleksi dan berusaha jujur pada diri, saya menemukan bahwa memang ada keinginan yang menggebu untuk bisa berhaji. Dari situ kemudian saya ungkapkan kepada suami, berdiskusi apa yang bisa kami lakukan agar tujuan ini tercapai. Dari situ juga kemudian saya menetapkan hati untuk bekerja saat berdomisili di Inggris dan menyisihkan sebagian besar gaji untuk tabungan haji. Setelah menentukan rencana apa yang akan dilakukan, menyusun langkah apa yang terdekat dan bisa direalisasikan, ternyata rasa iri itu kemudian hilang. Perasaannya berganti dengan antusias, mengetahui bahwa apa yang saya lakukan setiap hari membawa selangkah demi selangkah untuk menjadikan mimpi ini menjadi kenyataan.
Aligned with the essentials
Di dalam hidup, kita sadar bahwa tidak semua hal itu penting, atau jika meminjam istilah Greg McKeown, essentials. Sebuah mimpi besar akan sulit bagi saya untuk diperjuangkan, ketika ia bertolak belakan atau tidak sejalan dengan apa yang essential bagi saya. Sebaliknya, jika ia sejalan, aligned atau bermanfaat untuk yang essentials, maka dapat dipastikan akan lebih mudah memiliki ketahan untuk mengusahakannya.
Mengambil contoh keinginan berhaji di atas, mimpi tersebut baru nampak mungkin bagi saya setelah berdiskusi dengan suami dan menyepakati apa yang kita bisa lakukan untuk mewujudkannya. Sebelumnya, hanya pernah terlontar tapi tidak terlampau dalam membicarakannya, sehingga tidak ada langkah konkret yang dilakukan oleh kami berdua. Dari sini saya mempelajari bahwa jika ada friksi/gesekan dengan apa (atau siapa) yang saya anggap penting, maka akan sulit meraih mimpi besar. John Gottman dalam Seven Principles for Making Marriage Works secara spesifik menyebutkan bahwa mimpi individu dalam sebuah pernikahan itu sangat penting untuk diketahui satu sama lain. Karena jika tidak, akan menjadi sumber konflik yang berpotensi gridlock (saling mengunci).
Total acceptance
Untuk meraih mimpi besar, tentu ia perlu dipecah menjadi langkah yang lebih kecil. Jika salah satu tahapan kecil ini tidak terpenuhi, maka jalan kita mencapai mimpi besar butuh disesuaikan lagi. Meski terdengar paradoks, hal yang dapat membuat saya bertahan memperjuangkan mimpi adalah dengan tidak memperdulikan hasil yang akan saya terima dan berserah saja. Selama saya sudah berusaha semaksimal yang saya mampu, saya sadar di situlah batas saya sebagai manusia.
Ternyata hal ini mirip dengan apa yang diungkap Amy Cuddy dalam bukunya Presence, tentang riset yang menunjukkan korelasi antara skill dan memikirkan hasil akhir. Jika kita terlalu fokus untuk memikirkan bagaimana hasil akhir yang mungkin terjadi, hal tersebut dapat membuat skill yang kita miliki menjadi kecil. Tentu hal ini berpengaruh pada performa kita, dan pada akhirnya berpengaruh buruk pada hasil akhir.
Apakah kalian punya pengalaman serupa? Apa yang kalian lakukan agar dapat memiliki endurance dalam mewujudkan mimpi besar kalian?