Menyelesaikan buku Pathless Path dari Paul Millerd membuat saya banyak merefleksikan perjalanan karir yang telah saya tempuh dan bagaimana saya akan menentukan langkah ke depan. Tentu dengan segala konsekuensi, keadaan dan peran yang telah saya miliki saat ini, termasuk sebagai ibu dan anak. Dalam buku tersebut, konsep pathless path yang diperkenalkan berfokus pada bagaimana kita dapat secara kritis mempertanyakan pada diri sendiri, apa pekerjaan yang ingin kita geluti terus menerus dalam hidup kita?
Bagi saya pertanyaan ini sulit sekali. Merencanakan lebih dari 3 bulan ke depan saja cukup menantang, apalagi seumur hidup. Saya mencoba mencari cara yang lebih robust dan tahan banting didera waktu. Pencarian jawaban atas pertanyaan itulah yang saya tuliskan di artikel ini.
Favorite Problems
Dalam buku Essentialism karya Greg McKeown, ia menantang pembaca agar dengan sadar menyadari trade-offs tiap kali kita memilih untuk melakukan sesuatu. Hal ini memastikan bahwa apa yang kita lakukan adalah yang terpenting, essential. Ia memberikan pertanyaan penting untuk membantu para pembaca: “Which problem do I want?”
Terkadang situasi juga ‘menjebak’ pola pikir kita. Saat banyak pilihan terhampar di hadapan kita, atau di situasi sebaliknya, kebingungan yang biasanya muncul adalah memilih dengan menghitung pro-kontra yang dimiliki masing-masing opsi. Kemudian bertanya pada diri sendiri, opsi mana yang bisa ‘kutinggalkan’. Kutipan di atas mengingatkan saya bawa problem/tantangan/persoalan dalam hidup/kerja/relasi sosial/personal ini pasti adanya. Tetapi kita punya sedikit kuasa untuk menentukan permasalahan apa yang betul-betul kita inginkan. Permasalahan yang selalu membuat penasaran dan ingin mengulik lebih jauh.
Hal ini membawa saya ke konsep favorite problems yang dipraktekkan oleh Professor Richard Feynman, seorang fisikawan pemenang Nobel. Beliau memiliki daftar pertanyaan yang membayang atau terngiang-ngiang dalam pikirannya. Kemudian saat ia bertemu dengan pengetahuan, ide, pendekatan dan kemungkinan-kemungkinan yang baru maka beliau akan mencoba, testing, apakah dapat digunakan untuk menjawab favorite problems yang ia miliki. Beliau akan bertanya: apakah hal ini punya relevansi dengan favorite problems-ku?
Konsep ini tidak ‘memaksamu’ memilih salah satu dari topik atau ketertarikan yang kamu miliki. Justru konsep ini mengajak kita untuk menyimpan, mencatat apa saja yang menjadi pusat-pusat rasa penasaran yang kita punyai. Favorite problems kemudian menjadi filter untuk hal-hal yang masuk dalam hidup kita, menjadi kompas untuk menentukan arah langkah selanjutnya, dan mempermudah kita membentuk hidup seperti yang diingini.
Apakah Prof. Feynman selalu mendapat jawaban dari pertanyaan-pertanyaan beliau? Tentu tidak. Pendekatan ini justru perlahan dan ‘sabar’. Tetapi ketika terjadi, perpaduan pengetahuan dari area yang bahkan berseberangan dapat menghasilkan jawaban yang brilian, termasuk berbagai penemuan dan teori yang dicetuskan beliau.
Generate Favorite Problems
Menelusuri lebih jauh, ternyata saya menemukan sumber yang komprehensif membahas topik ini. Tiago Forte secara khusus membuat seri tulisan sebanyak 4 artikel untuk membahas Favorite Problems. Mulai dari penjelasan dan konteks, bagaimana cara untuk membuat favorite problems kita sendiri, manfaat yang kita dapatkan dengan memiliki list pertanyaan tersebut dan contoh studi kasus penerapannya. Kalian dapat menyelami masing-masing artikel tersebut, tetapi saya akan merangkum bagian praktikal yang bisa kita lakukan untuk mempunyai favorite problems versi masing-masing.
Mulai dengan prompt
Tiago Forte telah menyiapkan beberapa pertanyaan untuk memudahkan pembaca mengawali proses ini, berikut contoh-contohnya:
Apa hobi yang kamu tekuni paling lama dalam hidupmu?
Tantangan apa yang bagi orang lain sulit tetapi menyenangkan dan menarik untukmu?
Jika kamu bisa membaca semua buku dan mengikuti semua kelas yang kamu ingini, pertanyaan apa yang ingin kamu jawab setelah melampau semuanya?
Buatlah pertanyaan dengan “Apa/Bagaimana…”
Setelah mendapat gambaran hal-hal yang menarik buatmu, mari kita buat pertanyaan dengan format apa dan bagaimana.
Bagaimana cara aku bisa…?
Bagaimana jika X berkaitan dengan Y…?
Apakah mungkin…?
Apa yang aku inginkan dengan…?
Buat pertanyaanmu spesifik, kontra-intuitif, atau lintas disiplin
Spesifik: dibanding bertanya “Bagaimana caranya jadi pemimpin yang baik?”, coba lebih spesifik “Bagaimana caranya jadi pemimpin yang baik jika aku introvert?”
Kontra-intuitif: gunakan kata/hal/kondisi yang bersifat kontra, paradoks dalam pertanyaan, misalnya “tapi; jika; dengan kondisi x; tanpa;”
Lintas disiplin: coba gabungkan beberapa area/disiplin ilmu dalam pertanyaan “Bagaimana cara meningkatkan pendidikan jika aku meminjam ide dari video games?”
Mulailah ‘menangkap’ informasi yang relevan dengan favorite problems-mu
Tiago Forte menyarankan agar kita mulai menyimpan data, informasi, inspirasi yang kita rasa relevan dengan favorite problems yang sudah kita buat. Karena ia pencetus dari Second Brain, tentu ia sarankan agar disimpan dalam bentuk digital di medium tersebut karena flexibilitas yang dimiliki metode pencatatan secara digital. Bagi saya, jikalau seseorang lebih memilih untuk menyimpan dalam bentuk analog/fisik, pun tidak masalah. Prof. Feynman sendiri melakukannya dengan buku catatan kerja beliau.
Konsep favorite problems ini mengasyikkan untuk dipelajari, sekarang tinggal mempraktekkan saja. Saya pun tidak sabar untuk mencobanya. Apakah kamu juga tertarik?