Pandemi selama 3 tahun kebelakang, ternyata jadi sebuah katalis buat kemajuan teknologi. Paling awal ya dengan meledaknya platform online meeting seperti Zoom dan Google Meet yang bisa menghubungkan orang dari manapun. Cara kerja remote working pun bukanlah sesuatu yang asing sekarang.
Setelah itu, muncul banyak hal lainnya, rise of TikTok pada bidang social media, cryptocurrency dengan koin-koinnya di bidang teknologi dan finansial, dan yang booming beberapa bulan kebelakang adalah Artificial Intelligence alias AI.
Buat gw, kemunculan AI ini agak dilematis. Walaupun gw udah ulik dan pakai seperti ChatGPT kurang lebih selama 7 bulan terakhir, rasanya berasa nge-cheat kalau misalnya nulis dengan bantuan AI.
gw pikir, sepertinya perasaan nge-cheat itu muncul karena waktu sekolah kita diminta untuk riset sendiri. Bahkan, kadang ada beberapa guru atau dosen ga nerima makalah kita ketika mengambil referensi dari internet.
Karena itu, gw punya pemikiran kalau gw bergantung sama AI sama dengan gw kayak melanggar aturan atau tidak bisa apa-apa tanpa bantuan AI.
Tapi, dalam pekerjaan, justru kebalikannya. Dari beberapa kerjaan yang saat ini gw lakukan, beberapa kali gw di-encourage untuk mengoptimalkan teknologi AI ini.
Ini seperti sebuah paradigm shift buat diri gw, karena yang awalnya gw pikir dengan menggunakan AI adalah cara curang, tanda ketidakmampuan, atau tidak menggunakan kemampuan sendiri, berubah menjadi AI adalah sesuatu yang berguna, justru jadi alat untuk bantu, ya seperti laptop, internet, bahkan buku.
Tanpa laptop dan internet gw ga bisa nulis tulisan ini sekarang dan dibaca puluhan hingga ratusan orang. Sama halnya dengan AI sekarang, mau ga mau ini jadi alat mainstream, yang bisa ngebantu gw untuk naikin kualitas dengan lebih efisien juga.
AI ini pun juga gw manfaatin sebagai alat untuk mendelegasikan tugas gw yang selama ini gw merasa kesulitan. Apalagi, untuk saat ini, gw belum bisa “menggaji” orang untuk bantu gw editing atau nulis, gw bisa pakai AI yang gw rasa cost-nya bisa lebih murah dan no hard feelings ketika gw beralih atau putusin kontrak (subscription)-nya.
Nah, apa aja aplikasi AI yang lagi gw ulik saat ini, gw share di sini ya…
ChatGPT Mungkin ini paling basic dari semua AI, ibaratnya ini Google-nya dari AI, atau jadi personal assistant kita yang serba bisa asalkan kita ajarin dulu dan jelas instruksinya, bakal bisa dijalankan.
Karena begitu general, gw rasa gw masih belum maksimalin si ChatGPT ini, gw baru lebih banyak gunain ini buat brainstorm atau bikin kerangka biar gw lebih cepet nulis atau bikin konten.
Google Bard Kurang lebih mirip ChatGPT, tapi kekurangannya masih experimental, jadi belum “sepintar” ChatGPT untuk mengerjakan tugas sulit. Tapi, keunggulannya adalah ia punya informasi lebih banyak dari GPT. Kalau ChatGPT mentok di September 2021, Bard punya informasi sampai kekinian.
Midjourney Ini yang lagi gw ulik banget. Sebuah AI untuk bikin gambar. Contohnya ada di cover artikel ini. Ini bantu banget untuk kasih visual untuk konten apapun.
gw ngebayanginnya ini kayak kita ngegambar dengan pikiran kita. Walaupun teknologinya belum secanggih itu ya, apa yang kita pikiran bisa jadi dan sesuai. Untuk saat ini gw rasa ini yang paling mendekati.FireCut Kalau ini AI yang kita plug-in ke Adobe Premiere, ini ngebantu banget gw buat nge-cut video. Apalagi buat gw yang sering kerjain video edukasi, ini ngebantu banget untuk cut dead air atau filler word. Kerjaan satu jam bisa gw compress jadi 10 menit aja.
Dengan kehadiran AI, justru bukan berarti gw jadi takut kehilangan pekerjaan, justru gw lihat dari perspektif untuk bantu gw dan kesempatan gw level up dan melakukan pekerjaan lebih luas.
goodbye 😚👆and good night 👉💥