Sebulanan terakhir ini, gw mengulik sesuatu yang sebenernya gw udah tahu dari beberapa tahun lalu, tapi baru gw perdalam, yaitu Bazi. Apa itu Bazi? Atau yang kalau dibaca Pa Che, gampangnya adalah sebuah chinese astrology atau chinese metaphysics. Mungkin kalau di Indonesia, masih bisa relate dan lebih familiar ketika gw menyebutnya sebagai shio. Ya betul, kayak tahun ini adalah tahun Ular Kayu atau tahun depan adalah Kuda Api. Tapi shio ini hanya merupakan bagian kecil dari Bazi itu sendiri.
Sedikit penjelasan soal bazi ini, sebenernya metode ini sudah ada sejak masa Dinasti Han, sekitar tahun 202 SM sampai 220 M, lalu berkembang lagi di masa Dinasti Tang (600an-900an Masehi) lalu ke Dinasti Song (sekitar tahun 960an-1279 Masehi). Bazi digunakan untuk melihat nasib dan kecocokan seseorang. Sampai sekarang, metode ini masih dipakai dan banyak turunannya, seperti shio tadi dan feng shui yang mungkin masih familiar. Cara penggunaannya cukup sederhana, hanya memakai tanggal dan jam lahir, maka data “nasib” dari seseorang bisa terlihat.
Lalu, kenapa gw memutuskan untuk belajar bazi? Awalnya, adalah sebagai self-awareness tool, karena gw yakin gw bisa mendapatkan informasi tentang diri dari mana aja. Setelah mempelajarinya, ternyata memang ada beberapa hal yang cukup aligned dengan diri gw, dan gw coba menggunakannya untuk memaksimalkan kemampuan gw.
Di tulisan ini gw ga mau bahas lebih jauh soal apa itu Bazi, tapi lebih ke apa yang gw dapat setelah belajar Bazi, at least ada tiga hal ini:
Zaman dulu udah bisa berpikir sejauh ini ya…
Ini yang ada di pikiran gw selama mempelajarinya. Kalau kita lihat dari sejarah, astrologi ini sudah ada sejak sebelum masehi dan masih dipakai sampai sekarang, gw bisa berhipotesis berarti metode ini udah cukup terbukti dong ya ketika udah digunakan lebih dari 2000 tahun.
Kalau di zaman sekarang dengan adanya personality test seperti DISC atau MBTI, zaman dulu sudah mulai dengan bazi ini. Itu juga menandakan berarti manusia sangat kompleks dan dinamis ya, sudah dipelajari sejak ribuan tahun lalu sampai sekarang, bahkan muncul modalitas baru, tetapi tidak pernah benar-benar 100% dari realita sama dengan data yang kekumpul.
Bukan Ramalan
Mungkin ini yang sering gw garis bawahi ketika mempelajari ilmu metafisika. Ini bukan sebuah ramalan, tapi alat untuk mengenal diri. Kalau ramalan sifatnya belum terjadi, tapi ketika ngomongin alat untuk mengenal diri, potensi-potensi diri kita sebenernya sudah ada di dalam, hanya saja belum kebuka.
Ibarat main sebuah video game, skills atau jurus-jurus yang kita punya sebenarnya sudah ada, cuma perlu sampai ke event atau level tertentu baru terbuka kemampuannya.
Gabungin Logika dan Intuisi
Terakhir, gw belajar banget untuk gunain keduanya secara balance, ga bisa hanya mengandalkan logika aja atau intuisi. Bazi ini seperti textbook, yang berisi teori dan aturan, tapi belum tentu semuanya terjadi, banyak sekali variabel lain yang ga bisa dimasukin ke dalam data, di sinilah intuisi berjalan.
Dalam kehidupan sehari-hari pun juga gitu kan, ga bisa semuanya kita berdasarkan logika atau textbook, tapi sering juga ada divine intervention atau intuisi. Mungkin peribahasa yang cukup mewakili adalah ora et labora, berdoa dan bekerja, memakai intuisi dan logika secara balance.
Sekian. Ini sepertinya skill ke-6 atau ke-7 yang gw pelajari di tahun ini, so far ternyata masih bisa keep up untuk belajar 1 skill selama 1 bulan. See you di ngulik apa selanjutnya!
goodbye 😚👆and good night 👉💥