Pada saat gw menulis artikel di edisi sebelumnya tentang networking, gw mencoba mengubah cara gw mengolah informasi dari bacaan yang akan gw olah menjadi tulisan.
Sebelumnya, cara membaca gw adalah berdasarkan penulis dan gw baca tiap hari seperti yang gw udah pernah bahas waktu di tulisan tentang template. Template is good ketika mau mulai menanam habit membaca karena akan membuat kita terbiasa membaca. Akan tetapi, segala sesuatu punya kelebihan dan kekurangan, akhir-akhir ini gw menemukan kelemahannya untuk gw, yaitu gw bosen dengan pola yang ada setiap harinya. Buku-buku yang telah gw beli pun ga kebaca sampai selesai atau bahkan ada yang ga gw baca sama sekali, gw males banget baca.
Setelah gw telaah kenapa gw males, bisa jadi karena 2 hal, pertama, gw ga punya tujuan ketika baca. gw baca tanpa ada hal yang gw mau capai, tujuannya mungkin cuma biar ada bacaan yang bisa di-share pas Bincang-Bincang Buku setiap bulannya. Kedua adalah, apa yang gw baca terlalu sulit atau terlalu mudah, tidak berada di Zone of Proximal Development (ZPD) seperti yang dikemukakan oleh Lev Vygotsky, sehingga tidak ada pembelajaran yang didapat.
Maka dari itu, gw mulai merubah konsumsi baca gw bukan berdasarkan template lagi, tapi dari apa yang pengen gw ketahui dan berada di area dimana ada beberapa hal yang sudah gw tahu dan ada beberapa hal yang masih belum gw ketahui, tapi masih bisa gw pelajari, jadi ga buta-buta amet.
Untuk membantu gw biar ada tujuan, gw memakai alasan untuk publish artikel setiap 2 minggu sekali menjadi tujuan gw. Contohnya, ya di artikel sebelumnya, tentang networking, gw ulik dari Adam Grant yang memang expert di bidang organizational communication hingga membaca ulang beberapa buku yang sempat membahas networking. Ya salah satunya adalah buku Barking Up The Wrong Tree, gw jadi baca ulang dan it hits different. Ketika gw baca buku tersebut tanpa tujuan, gw sulit banget untuk memahami apa isinya, tapi ketika gw udah ada tujuan, gw jadi lebih mudah mencerna buku tersebut di bagian give and take. Sementara agar tetap berada di ZPD, tentu gw jadinya ga terlalu keluar jalur dari apa yang gw tahu sebelumnya atau yang pernah gw alami kalau merujuk ke artikel networking kemarin ya.
Sama juga dengan edisi kali ini, karena topiknya belajar membaca, gw ulik lagi beberapa referensi tentang belajar dan membaca, dari Ali Abdaal misalnya, kalau dari background-nya dia adalah lulusan kedokteran yang jadi YouTuber. Apa yang ia share di YouTube adalah tentang produktivitas dan cara belajar, maka dari itu gw jadikan ia sebagai referensi. Lalu ada beberapa tweet dari Sahil Bloom dan juga gw ambil kelas-kelas di SkillShare dimana gw mendapat istilah ZPD tadi.
Nah, aturan pertama yang gw dapet setelah riset adalah ketika membaca, terutama buku, dari video Ali Abdaal di bawah ini, perlakukan buku seperti blog post, jadi ketika buku yang kita baca tidak selesai, gak apa-apa. Mungkin saat itu ada bagian-bagian dari buku tersebut belum relate dengan kita. Kita pun juga suatu saat bisa kembali ke buku itu lagi untuk membaca ketika kita perlu, ketika kita punya tujuan baca buku, atau ketika sudah punya informasi-informasi lainnya yang bisa dihubungkan ke isi buku tersebut.
Kalau mengutip tweet-nya Sahil Bloom:
Read Flexibly … Read what you love. Read what draws you in. When it stops doing so, put it down. Forced reading is the antidote to curiosity.
Tweet-nya Sahil Bloom itu juga pernah disampaikan oleh Naval Ravikant yang kurang lebih mirip, “read what you love until you love to read”. Yes, bagian ini gw emphasize. Salah satu buku yang gw cukup senang bacanya adalah The Mamba Mentality karya Kobe Bryant karena gw mengidolakan sosok Kobe juga, jadi masuk ke read what you love. Mungkin kata “read what you love” ini bisa gw elaborasikan lebih lanjut jadi “read what you need”, seperti saat ini, gw butuh bacaan mengenai cara membaca, jadi gw lebih masuk ke dalam bacaan tersebut.
Nah, setelah kita udah membaca apa yang kita senangi, lalu bagaimana caranya agar apa yang kita baca bisa nempel di otak? Untuk gw adalah menuliskan kembali gini sih, jadi agak seperti paradox, tujuan membaca adalah untuk nulis dan menulis supaya bisa tetap inget apa yang kita baca. Yep, lagi-lagi balik ke menulis. Mungkin menulis bukan satu-satunya jalan tapi sejauh ini cukup berjalan di gw pribadi. Stephen King juga sempat mengafirmasi di buku On Writing-nya.
Melanjutkan dari kata-kata Stephen King ini, David Perell yang seorang penulis juga, men-tweet kalau membaca merupakan mengumpulkan titik-titik sementara menulis adalah cara untuk menghubungkan satu dengan lain.
Jadi, setelah riset 2 minggu ini, gw bisa menyimpulkan, ada hubungan dua arah antara membaca dan menulis. Membaca dengan tujuan akan ditulis bisa menjadi tujuan untuk membaca, sementara menulis bisa membuat kita menjadi ingat apa yang kita telah baca.
Saatnya kembali membaca dan menulis,
goodbye 😚👆and good night 👉💥