"Aduh, aku tuh ga bisa banget weekly review, monthly review, yang kayak gitu..."
Respon ini cukup sering muncul jika bahasan tentang refleksi secara teratur, mengemuka dalam pembicaraan. Menjadwalkan & menyisihkan waktu untuk melihat kembali apa yang dilewati, dianggap berat atau dengan sengaja tidak dilakukan karena tidak cukup menarik. Mengapa refleksi penting? Karena ia membuat yang kasat mata, berwujud nyata. Bagaimana caranya? Berikut 3 aktivitas yang melibatkan refleksi dalam prosesnya dan mengubah apa yang tak nampak menjadi jelas, terang benderang.
Meditation: make the train of thoughts acknowledged
Ketika menyebut meditasi, banyak yang keder karena merasa tak mampu duduk diam untuk waktu yang lama, tidak bisa berkonsentrasi & fokus, serta asumsi-asumsi lainnya. Saya pun berpikiran serupa, sampai ketika saya mendapati video animasi berikut dari Headspace.
Pemaparan dari video ini membuat saya memiliki perspektif yang lain tentang meditasi. Saya menjadi paham bahwa tujuan meditasi sendiri bukan menjadi fokus atau berkonsentrasi, tetapi menjadi pengamat atas apa yang lalu lalang di benak kita, tanpa perlu melabelinya apa-apa. Tanpa ada keharusan untuk berpikir, mengejar, menghentikan pemikiran itu. Mengamati tanpa menghakimi.
Dari sini kita dapat mempelajari ‘langkah pertama’ untuk refleksi: menyadari & mengakui apa saja yang sudah terjadi atau terlewati. Tak perlu menyebutnya sebagai baik buruk terlebih dahulu. Berlatih jujur untuk mengakui ‘Oh iya, aku merasakan emosi marah', 'Oh ternyata aku takut', dan sebagainya.
Inversion: a mental model to pull the thoughts backwards (so you could go forward)
“I never allow myself to hold an opinion on anything that I don't know the other side's argument better than they do” ~ Charlie Munger
Kutipan dari Charlie Munger ini merangkum dengan singkat apa yang dimaksud dengan inversi. Mental model ini juga bisa digunakan untuk mengetahui dua sisi dari pemikiran kita. Contoh sederhananya adalah “aku ingin kaya raya”, maka inversinya adalah “bagaimana agar tidak miskin?”.
Bagaimana inversi dapat melatih refleksi? Ia dapat melatih kita untuk memeriksa kedua sisi (atau lebih) dari sebuah subjek. Keputusan atau sikap baru diambil setelah mengetahui betul perspektif-perspektif tersebut.
Writing: make what's on the mind visible
Menulis adalah bentuk aktivitas yang mengejawantahkan refleksi dalam arti yang sebenarnya. Saat menulis, kita 'menangkap' pikiran yang abstrak dan menjadikannya objek yang konkret. Objek ini bisa kita amati alurnya, logikanya, dasar atau alasan yang membentuknya.
Dari sini juga alasan mengapa saya merasa journaling secara teratur itu penting. Ia melatih kita untuk menuliskan pemikiran secara disiplin. Saya juga ingin mengutip Yudha, kawan Lagi Ngulik di acara Ngulik Bareng: Membangun Habit Menulis: “Menulis adalah cara yang paling praktis untuk mengungkapkan emosi. Ketika cara lain mungkin butuh orang untuk curhat, atau ruang untuk berteriak, menulis dapat dilakukan sendirian”.
Epilog
Salah satu kata yang berulang muncul di tulisan-tulisan saya sebelumnya di Lagi Ngulik adalah refleksi. Saya sendiri baru menyadari porsi waktu yang saya berikan untuk refleksi selama 2 tahun ke belakang meningkat signifikan dibanding seluruh umur yang saya jalani. Refleksi memberi kesempatan saya untuk mengintegrasikan hal baru ke dalam hidup sekaligus menyadari apa yang perlu saya kurangi (atau tambahkan) dari yang lampau. Refleksi adalah perhentian untuk membaca data point yang saya kumpulkan, serta menentukan strategi sekaligus taktik ke depan. Dari situ siap beraksi lagi, menghadapi apa yang ditawarkan hidup, sampai di halte refleksi selanjutnya.