Saya menyukai kegiatan aktivitas di luar lapangan seperti outbound. Ini memicu saya untuk menyelesaikan tantangan yang ada dengan baik. Dari banyak permainan, yang saya paling suka adalah Flying Fox. Sebagian besar aktivitas dilakukan dari ketinggian tertentu dan terkadang membuat saya takut. Biasanya sebelum memulai kegiatan, kita akan dilengkapi dengan alat pengaman dan jaring pengaman sehingga ketika jatuh kita akan ditangkap oleh jaring dan juga oleh alat pengaman yang sudah terpasang.
Jaring pengaman atau safety net adalah istilah yang dapat digunakan dalam banyak aspek kehidupan. Salah satu contoh jaring pengaman yang berkaitan dengan keuangan adalah memiliki dana darurat yang cukup untuk berjaga-jaga jika terjadi hal yang tidak diinginkan.
Dalam postingan kali ini, kita akan melihat dua perspektif yang berbeda. Saya bekerja di salah satu perusahaan yang cukup matang maka saya akan berbagi pengalaman bagaimana jaring pengaman dapat berguna. Perspektif kedua akan datang dari Devon Wiranata yang bekerja di sebuah perusahaan start-up pemasaran kreatif.
Bekerja di Perusahaan yang Sudah Matang
Saya cukup sering melakukan diskusi dengan rekan-rekan dan senior saya tentang karier dan kepemimpinan. Seorang teman baik saya bekerja di salah satu perusahaan multinasional. Pada suatu malam setelah bekerja, kami pergi makan dan berbicara tentang pengalaman kerja kami. Di awal karirnya, pemimpin timnya menetapkan standar yang baik untuk diikuti. Mereka selalu memberikan contoh yang baik tentang bagaimana mencapai tujuan akhir, dan mengapa mereka melakukan hal-hal tertentu. Dia dibekali dengan soft skill sehingga ketika regenerasi terjadi, dia akan siap untuk mengambil alih peran tersebut.
Dalam karir, setelah masa magang selesai, kita biasanya akan dipromosikan menjadi pegawai tetap level staf. Dari level staf, kemudian dipromosikan ke level manajerial, dan seterusnya jika dianggap memang mempunyai kualitas dan kemampuan.
Atasan dan pemimpin di tempat kerja memegang peran penting terutama pada tahap awal karir kita. Salah satu mentor saya memberi tahu saya ini, “Pemimpin akan memegang tiga posisi berbeda. Mereka seharusnya:
Memimpin dari depan berarti pemimpin menentukan tujuan akhir dan strategi untuk mencapainya
Memimpin dari samping berarti berjalan bersama dengan anggota tim dan memastikan bahwa semua orang ada di dalamnya terlibat, ini juga tahap yang penting untuk membangun jalur komunikasi yang solid
Memimpin dari belakang berarti mereka memiliki kemampuan untuk melihat gambaran besar dan memeriksa apakah tim telah berjalan ke arah yang benar. Mereka akan mendorong dan mendukung sesama anggota tim, dan mungkin sesekali memberikan motivasi, kemudian mengapresiasi pekerjaan yang sudah selesai.”
Ketika saya baru bergabung di salah satu perusahaan tempat saya pernah bekerja, saya tidak memiliki banyak pengalaman karena saya baru saja lulus dari perguruan tinggi. Saya sering diundang untuk menghadiri rapat. Pada rapat saya tidak banyak bicara, saya ada di sana untuk mendengarkan dan mempelajari hal-hal baru. Sekitar 2-3 minggu kemudian, tim saya diberi proyek untuk mengakuisisi sebuah perusahaan lain - ini adalah proyek pertama saya. Sepanjang proyek berlangsung saya mengamati bagaimana atasan saya memberikan arahan yang jelas kepada tim tentang tujuan akhir mana yang harus kita dapatkan, dan apa yang harus kita lakukan.
Kira-kira beberapa bulan setelah proyek pertama selesai, saya ditugaskan untuk ikut serta dalam proyek kedua. Saya terlibat lebih dalam di proyek kedua daripada yang pertama karena saya telah berhasil menyelesaikan yang pertama. Begitulah yang terjadi sampai saya diizinkan untuk memimpin sebuah proyek. Atasan saya pun selalu ada dalam proyek yang saya kerjaan.
Dia mengatur kecepatan dan arah di awal proyek dan membiarkan saya memimpin tim. Dia membuat saluran komunikasi dan memastikan semua orang bergabung. Karena dia memiliki kemampuan untuk melihat gambaran besar dari proyek, dia dapat mengidentifikasi beberapa masalah yang tidak dapat saya lihat saat saya terlalu larut mengerjakan hal-hal lain di proyek tersebut. Dia memastikan semuanya berjalan lancar sampai hasilnya disampaikan.
Rekan-rekan saya yang lebih senior juga pernah menyebutkan betapa pentingnya memimpin dengan memberi contoh. Hal ini memungkinkan anggota tim mereka untuk mengetahui arah mana yang harus dipilih. Pada hari-hari sibuk, mereka berkata kepada saya “untungnya kami telah menetapkan standar di awal. Ketika ada begitu banyak proyek yang harus diselesaikan pada saat yang sama, kami tidak perlu terlalu khawatir karena kami tahu bahwa mereka mampu. Ingat, para pemimpin, selalu ada di sini untuk mendukung Anda kapanpun Anda membutuhkan bantuan.”
Peran jaring pengaman mungkin tidak terlihat pada awalnya, tetapi berguna dalam memberikan kenyamanan bagi kita untuk melewati tantangan. Hal ini memastikan agar kita terus berani maju dan tidak perlu takut melakukan kesalahan. Tentu saja tidak melakukan sesuatu secara sembarangan tetapi dengan prinsip kehati-hatian.
Start-up Setting
Kalau mengambil analogi yang dijelaskan Crystal tadi mengenai safety net di perusahaan, akan berbeda ceritanya ketika bekerja di small business atau start-ups. Mungkin gw sendiri ga bisa men-generalisir semuanya, tapi gw akan bercerita berdasarkan pengalaman bekerja di startup creative agency.
Bekerja di startup sebagai videografer, apalagi dengan jumlah karyawan 7-8 orang, akan cukup sulit menemukan safety net. Kita sendiri yang akan menjadi safety net bagi diri sendiri. Tidak ada contoh di depan karena hanya gw sendiri yang mengerjakan video, di belakang pun tidak dapat membantu pekerjaan dengan cara taking over, tapi mereka dapat memberikan semangat seperti terus memastikan bahwa kita termotivasi.
Bukan berarti ketidakadaan safety net ini sesuatu yang buruk ya. Justru gw melihatnya sebagai challenge karena kita bakal bener-bener belajar dari experience. Dan satu lagi kita masih bisa menggunakan satu senjata yang semua orang punya, yaitu komunikasi. Mungkin sesuatu yang klise ya, tapi menurut gw, untuk bisa safe, perlu banyak-banyak berkomunikasi dengan bos ataupun rekan kerja.
Dengan berkomunikasi, kita memutus ketidaktahuan yang bisa berakibat melakukan kesalahan. Ibaratnya di jalan ada sebuah lobang besar, ketika kita tidak tahu ada lobang disitu kita bisa terperosok. Sementara kalau sudah dikomunikasikan, misalnya melalui papan pemberitahuan “DANGER” maka kita jadi tahu ada sesuatu di depan dan lebih berhati-hati.
Lalu bagaimana cara berkomunikasinya? Bisa dimulai dengan pertanyaan-pertanyaan. Yang gw pernah tanyakan ke atasan adalah sebagai berikut:
Bagaimana ekspektasi atasan terhadap saya?
Goals apa yang mau dicapai dalam periode tertentu? Atau Key Performance Index (KPI)nya apa?
Do and Don’ts, terutama Don’ts-nya, jadi kita tahu apa yang sebaiknya tidak dilakukan.
Dengan pertanyaan-pertanyaan itu, cukup membantu gw untuk bekerja, gw jadi tahu ekspektasi atasan gimana. Misalnya selama ini gw kira gw harus mengedit video dengan efek-efek Marvel Cinematic Universe, setelah tahu ekspektasinya ternyata gw ga perlu sampai segitu, mungkin cukup dengan konten yang mudah dan lebih sederhana.
Jadi, begitulah yang gw pelajari mengenai safety net dalam karier gw pribadi. Mungkin kalau tidak ada safety net, coba manfaatkan apa yang ada, yang paling sederhana adalah komunikasi. Dengan meminta pendapat dari orang lain dapat memperbaiki dan atau menghindari kesalahan.
Baca juga versi Bahasa Inggrisnya di: Daruma Doll