Siapa Diri Kita Sebenarnya?
“Circumstance does not make the man, it reveals him to himself.” - James Allen
“Keadaan tidak membentuk diri seseorang, tetapi menunjukkan siapa dia sebenarnya”
—
Selama dua kurang lebih dua minggu terakhir dari tanggal 14 - 26 Juni 2024, Fajril merasakan kegundahan, kegelisahan, kekhawatiran, kecemasan, takut dan kebingungan apa yang harus dilakukan dalam persimpangan jalan? Persimpangan jalan dalam arti ketidak-yakinan tentang arah hidup atau kebuntuan karir atau istilah kerennya - quarter life crisis.
Saya bersyukur dan beruntung dalam perjalanan 14 hari ini dapetin jawaban yang “Ini nih, jawaban yang gue butuhin, thanks god!”. Thanks to penulis buku Your Job is Not Your Career (2022, revision ed), mas Rene Suhardono, dengan segala resourcesnya menawarkan cara pandang (mindset), cara berpikir (framework), dan cara bertindak praktis (behavior dan habit) yang bisa mengurai keruwetan berpikir setiap kali berhadapan dengan masalah atau kesempatan dalam hidup.
Semua (pernah) mengalami krisis pribadi. Semua orang punya masalah. Jangan pernah merasa dunia itu milik kita sendiri, hingga seolah yang susah juga cuma kita sendiri.
There are always problems… and that is not the problem.
Faktanya adalah selama masih diberi kesempatan bernapas dan menjalani kehidupan ini maka, masalah, problem, dan krisis akan selalu terjadi. Masalah tidak mengenal usia, gender, status pernikahan, atau status sosial. Siapa pun, kapan pun, dan dimanapun pasti mengalami masalah.
Uang paling sering disebut sebagai sumber masalah.
Merasa nggak punya cukup uang untuk kehidupan sehari-hari. Duit pas-pasan untuk checkout wishlist di marketplace kesayangan, untuk beli rumah, untuk sekadar jalan-jalan, dan seterusnya.Ketidakpunyaan atau kekurangan uang sangat mudah dipersepsikan sebagai masalah.
Ya, kan?
Namun, bagi yang punya uang berlebih bahkan berlimpah juga bukan berarti bebas masalah. Khawatir salah pilih orang kepercayaan. Khawatir kehilangan uang dan kekayaan. Khawatir kalah kaya daripada kompetitor. Khawatir anak-cucu berseteru urusan warisan setelah diri sudah meninggal, dan sebagainya.
Soal pekerjaan juga sama.
Masalah terjadi saat nggak punya pekerjaan. Masalah pun muncul saat sudah punya pekerjaan. Kenapa dapat bos yang toxic, enggak pengertian dan sulit diajak diskusi?Kenapa gaji tidak sebesar teman-teman sejawat? Kenapa perusahaan ada pada industri yang kena pandemi, tech winter, dan sebagainya.
Apa lagi?
Soal jodoh, anak, dan keluarga juga sama. Problem muncul saat masih single. Kenapa belum juga menikah? Apalagi yang ditunggu? Keburu tua nggak kasihan sama orang tua, mau sampai kapan hidup lajang? Nanti mati sendiri lho. Seolah proses sakaratul maut bisa dijalani bersama. 🙂
Saat sudah menikah dan punya anak problem lain akan muncul. Kenapa pasangan saya berbeda dengan saat masih pacaran dulu? Kenapa pasangan kok nggak bisa luwes seperti pasangan si anu. Kenapa dia tidak pengertian? Apa dia sudah tidak cinta lagi? Kenapa anak tidak juara kelas seperti anak lainnya? Kenapa orang tua dan/atau mertua tidak pengertian terhadap kebutuhan keluarga baru, dan berbagai problem lainnya.
Sebut saja setiap keadaan dalam kehidupan kita, mulai dari yang dikesankan paling pelik hingga paling sederhana, problem bisa saja muncul dari keadaan apapun itu.
Karier seringkali bisa dilihat dari dua sisi: Pertama, apa yang benar-benar dirasakan; dan kedua, apa yang ingin ditampilkan kepada dunia. Apabila keduanya sama & sejalan - itu luar biasa! Namun apabila berbeda: you have a problem.
Sedikit cerita pengalaman profesional pribadi ketika sebelum, saat, dan pasca pandemi. Beberapa kali di sebuah event, bertemu orang baru memperkenalkan diri dengan menyebut terlebih dahulu nama perusahaan atau jabatan, sebelum menyebut nama sendiri. Ada juga kesempatan enggan memperkenalkan diri karena merasa belum punya pekerjaan atau jabatan yang bisa dibanggakan. I was wrong. Ironis, karena lebih silau dengan atribut dan titel dibanding diri sendiri. Ini sungguh menyedihkan dan harus diakui itu.
Ternyata… Jabatan, pangkat, tempat kerja, uang, fasilitas kantor, dan lain sebagainya adalah pelengkap pekerjaan. Bahkan bukan pekerjaan itu sendiri, apalagi karier. Terlalu sering “simbol-simbol” ini jadi pertimbangan terdepan dalam keputusan mencari pekerjaan dan berinteraksi dengan lingkungan.
My job should never define me.
Your job should never define you.
Kebanggaan atas karier tidak sama dengan kebanggan atas fasilitas mobil kantor yang diterima atau gaji di atas rata-rata industri yang dinikmati.Kebanggaan atas karier berawal dari kejujuran kepada diri sendiri atas apa yang dirasakan, dan keberanian untuk terus jujur.
Memang tidak mudah, tapi cobalah dulu.. Ketidaknyamanan dan kecanggungan pasti terjadi saat pertama kali mencoba kebiasaan baru. Itu wajar. Mungkin saja timbul keraguan, karena hal-hal baru yang dijalankan bertentangan dengan kebiasaan kita atau berlawanan dengan cara pandang lingkungan kita. Sekali lagi, itu wajar. Sehingga apabila kita berkenalan nanti, sebut nama Anda terlebih dulu dengan tegas dan bangga!
Apa kabar? Saya, Fajril Mukhtar (titik).
Now, it’s your turn!
Tarik napas, inhale & exhale, breathing. Simpan sendiri jawaban yang paling jujur dan coba bergerak dari sana. Semakin jujur jawaban kita, semakin jelas refleksi karier yang akan diperoleh.
Catatan:
Fajril akan ikut Bincang-Bincang Buku #40 sharing beberapa bacaan yang relate dengan artikel ini. Nantikan, see you!
-To be continue-