Beberapa tahun terakhir, kita dihujani oleh kata hustle hustle hustle yang makin ke sini diartikan kalau mau cepet kaya ya harus kerja keras, bahkan punya pekerjaan lain, pekerjaan tambahan yang disebut-sebut sebagai side hustle.
Macem-macem lainnya dengan istilah boost productivity, investment, harus ini itu, upgrade diri dan lain-lainnya. gw mencoba embrace itu semua, dalam 2 tahun terakhir gw mencoba banyak hal yang baru, mencoba melakukannya ada yang berhasil dan ada yang tidak ternyata.
Misalnya kembali lagi ke hustle tadi, gw memaknai hustle dengan kerja keras, gw sampai melakukan 3 pekerjaan yang berbeda di awal 2021, hasilnya apa? gw cukup stress dan berasa tidak ada kesenangannya lagi melakukan pekerjaan, udah gitu pas dihitung-hitung, uang yang didapat juga ga seberapa dari hasil lelahnya. Padahal kan ngelakuin 3 kerjaan buat dapet uang yang banyak kan.
Dalam kurun waktu 6 bulan, gw akhirnya memutuskan untuk melepas pekerjaan tersebut satu per satu dan menyisakan satu yang gw senangi. Ya emang sih, penghasilan bulanan jadi berkurang, tapi at least gw tidak overwhelmed dulu.
Setelah kejadian itu, gw pun mengecap diri gw ga bisa mengikuti hustle culture, lalu apakah berarti gw ga bisa sukses ya, ga bisa jadi kaya, karena kan gw ga ikutin apa yang para influencers lakuin. gw dihantui dengan pertanyaan itu tapi tetap mencoba jalanin ya udah lakuin aja yang gw bisa dulu sekarang.
Walaupun sebenernya, dari dulu gw lebih seneng mengikuti arah gw sendiri, ga mau yang susah-susah, kalau udah ada orang lain yang ngelakuin ya kenapa harus gw, gw melakukan apa yang orang lain ga lakuin aja, do it my own way, yang mudah dan menyenangkan. Seperti dulu waktu sekolah ada pelajaran untuk ngejual suatu barang, gw memilih yang gampang, yaitu menjual pembatas buku yang gw design pake photoshop, tapi banyak yang request.
Ya, tapi itu kan dulu ya, waktu sekolah, sekarang ini “the real world”, apakah gw masih bisa melakukan sesuatu yang berbeda dari yang udah ada? Apakah gw bisa melakukan sesuatu yang gampang, gw seneng, dan menghasilkan juga?
Akhirnya gw membaca buku Effortless yang ternyata ini ngena gw banget, belum selesai sih, tapi di prolognya udah berasa “this book is on my side”.
Dibuka dengan pertanyaan ini:
Oh iya, ini yang gw rasain selama ini, lalu dilanjutkan dengan pernyataan ini:
Bagaimana kalau hustle culture is not the only way? Bagaimana kalau setiap orang punya caranya masing-masing untuk mencapai tujuannya masing-masing? Bagaimana jika gw bisa mengeluarkan 40% tenaga untuk menghasilkan 80%? Itu yang gw jadiin pertanyaan setelah membaca bagian awal dari buku Effortless.
Oh ternyata gw bisa ya melakukan apa yang gw senangi, ternyata kerja keras aja ga cukup, gimana kalau ternyata ada cara yang tidak terlalu keras tapi bisa menghasilkan hal yang sama atau bahkan lebih? Apa kita ga mau untuk memilih hal tersebut?
Dan gw juga kepikiran, apakah ternyata ya gak apa-apa juga jika tidak mengerjakan sesuatu yang besar, sesuatu yang tujuannya wow banget, menjadi no.1 ini, menjadi 30 under 30 this or that untuk mencapai magnum opus gw.
Mungkin aja, the great work gw dibuat bukan dari sesuatu yang besar, sesuatu yang hustling banget, yang kerja keras banget, tapi mulai dari sesuatu yang kecil. Bisa aja my masterpiece is built by small pieces, piece by piece.
Ya seperti tulisan-tulisan gw ini, gw senang menulisnya, gw ga butuh mikir terlalu banyak untuk nulis, yang penting ada dan jadi, kalau kurang nanti ditambahin aja kedepannya, selalu berkembang dan menjadi lebih baik lagi.
Seperti kumpulan lego yang kepingan demi kepingan yang disatuin bakal jadi sesuatu yang besar tapi juga kita menikmati prosesnya, seperti asal usul kata lego, leg godt dalam bahasa Denmark yang berarti “play well” dari satu potongan ke potongan lain.
Let’s assemble the pieces,
goodbye 😚👆and good night 👉💥
Encore:
kadang ketika membuat lego kita ga menemukan potongan yang pas, tapi fokus ke fun partnya aja.