Salah satu pertanyaan yang sering muncul di ranah career saat ini: bagaimana jika saya ingin berpindah career field yang sangat berbeda dengan yang sekarang saya jalani? Dan istilah yang ditawarkan sebagai jawaban mujarab adalah: Transferable Skill. Apa itu? Kemampuan atau keahlian yang dapat diaplikasikan di banyak bidang pekerjaan. Dengan memiliki setumpuk transferable skills maka akan mempermudah & membuat kita luwes dari satu area pekerjaan yang satu dan lainnya. Berbagai sumber seperti Forbes, Michael Page menawarkan daftar transferable skill yang digadang-gadang paling diperlukan di lanskap lapangan pekerjaan tiap tahunnya. Saya rasa kebingungan yang terjadi bukanlah pada punya transferable skill atau tidak, tapi bagaimana mengaudit dari apa yang telah ditempuh. Mari kita coba ulik dari pekerjaan saya yang mungkin tak populer di kalangan millenial: guru rajut.
Survival Skills : Adaptability & Resilient
Apa yang muncul di benak kalian ketika mendengar kata merajut? Tua? Nenek-nenek? Membosankan? Pengen bisa tapi tidak cukup sabaran? Bisa dibayangkan jika kata-kata di atas memang muncul di kepala mayoritas pembaca artikel ini, maka kesulitan pertama yang saya hadapi adalah prejudice & stereotype atas aktivitas merajut itu sendiri. Sejak 2015 hingga 2019, menghadapi prejudice tentu perlu dengan edukasi sesuai audiens seperti apa yang saya hadapi. Untuk menghadapi orang yang berorientasi pada profit, maka contoh tas rajut Dowa dapat diberikan. Untuk menghadapi orang yang memikirkan fungsi aktivitas rajut, fakta bahwa merajut meningkatkan emotional processing, mengaktifkan rasa tenang & pengambilan keputusan yang lebih baik, bisa diajukan. Karena dihadapkan dengan situasi dan audiens yang berbeda berkali-kali, kemampuan beradaptasi menjadi penting & terlatih.
Flexibility: Knitting Pattern Scalability & Adjustment
Salah satu pelajaran dasar yang perlu diajarkan guru rajut adalah membaca pola rajut. Tiap pola memiliki struktur yang jelas dan beberapa bagian yang perlu disesuaikan untuk perajut ataupun pengguna hasil rajutan itu nantinya. Layaknya peta yang memiliki skala untuk tahu ukuran riil & apa yang tertera di peta tersebut, pola rajut juga memiliki tension atau gauge yang berfungsi sebagai patokan skala.
Di dunia ini juga terdapat beberapa aliran/school of thoughts rajutan: US, UK & Jepang. Kemampuan untuk mengajarkan penerjemahan & pengaplikasian dari pola rajut adalah bentuk flexibility. Hal ini juga kemudian memudahkan proses lain seperti mendesain pola rajut sendiri.
Communication: Oral & Written
Jangkauan umur murid yang pernah saya ajar mulai dari 9 tahun hingga 60+ tahun. Banyaknya murid yang harus diajar dalam satu waktu pun beragam, dari yang privat 1 on 1 hingga ibu-ibu arisan berjumlah 30 orang. Menghadapi tiap murid, di tiap setting yang berbeda butuh pola komunikasi yang tak sama. Pun juga untuk menyiapkan materi yang melibatkan komunikasi tertulis. Hal-hal ini mengasah skill komunikasi tertulis maupun lisan, hingga public speaking yang dengan mudah bisa diaplikasi dalam kesempatan lain.
Community Handling: Organizing & Planning
Karena merajut masih diklasifikasikan sebagai hobi (dan bukan pekerjaan) di Indonesia, maka penetrasi yang paling mudah adalah dengan membentuk atau bergabung dengan komunitas. Dengan melakukan kegiatan secara terorganisir maka kehadiran/presence pun akan lebih tinggi dan dapat membuat publik tertarik. Di dalam berkomunitas skill untuk organizing & planning ditempa serta dipertajam, termasuk misalnya manajemen konflik & perencanaan event.
“Hanya” menjadi guru rajut ternyata juga memiliki transferable skill, ya? Meminjam kata-kata dari Steve Jobs:
“You can't connect the dots looking forward; you can only connect them looking backwards.”
Seringkali belum sadar bahwa kita telah collecting the dots selama ini. Ambil waktu sejenak untuk merefleksikan dengan seksama titik-titik yang telah kamu pelajari & kuasai. It’ll make sense.