Apakah kalian mengikuti hal-hal yang viral di sosial media? Saya termasuk yang enggan, tetapi kadang karena komentar teman, repost, akhirnya hal tersebut masuk di linimasa pribadi saya. Contohnya saja beberapa hari ini komentar influencer tentang childfree membanjiri feed yang ada, bahkan di lintas platform. Hal ini membuat saya berpikir, mengapa topik ini didukung oleh algoritma dengan cepat dan massive? Atau ada faktor lain yang sebenarnya menjadi alasan melesatnya persebaran sebuah topik atau konten tertentu?
Algoritma dan Emosi Negatif
Media sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari kita, dan algoritma yang digunakan oleh platform-platform ini memainkan peran penting dalam membentuk pengalaman, interaksi, pola komunikasi kita dalam dunia maya. Sayangnya, studi terbaru menunjukkan bahwa algoritma ini cenderung mendorong dan memperkuat emosi negatif, seperti marah, takut, dan cemas. Hal ini disebabkan karena emosi negatif lebih menarik perhatian dan mudah diingat dibandingkan emosi positif. Oleh karena itu, algoritma media sosial sering memprioritaskan konten yang menimbulkan emosi negatif, seperti judul sensasional dan kontroversial, dibanding konten yang membuat pengguna merasakan emosi positif.
Studi yang dilakukan oleh Universitas Pennsylvania1 menemukan bahwa algoritma yang digunakan oleh perusahaan media sosial dirancang untuk memaksimalkan partisipasi pengguna, tanpa memperhatikan dampak konten pada kesehatan mental pengguna. Studi ini juga menemukan bahwa algoritma media sosial sering memprioritaskan konten yang dirancang untuk menghasilkan respon emosional yang kuat, bahkan jika itu merugikan pengguna. Di sini kita bisa pahami bahwa tidak ada kepentingan lain yang didukung oleh perusahaan-perusahaan tersebut selain keuntungan mereka. Mereka tidak merasa perlu memperdulikan dampak buruk yang dirasakan oleh penggunanya.
Sementara itu, studi Royal Society for Public Health2 menyimpulkan bahwa media sosial dapat mempengaruhi kesehatan mental anak muda (umur 16 - 24 tahun) dengan mempromosikan perbandingan dan perasaan tidak cukup. Hal ini dapat membuat anak muda merasa tidak puas dengan kehidupan mereka dan membandingkan diri dengan orang lain, memicu perasaan negatif seperti iri, tidak puas, dan merasa tidak cukup baik.
Langkah Konkret
Jadi, apa yang bisa kita lakukan untuk meminimalkan dampak negatif dari algoritma pada emosi kita? Berikut adalah beberapa langkah praktis yang dapat kamu ambil:
Dukung konten yang positif
Semakin banyak kita memberi dukungan terhadap konten dan kreator yang bermuatan positif, diharapkan kita dapat ‘mempengaruhi’ algoritma yang bekerja di sekitar kita, sekaligus mempromosikan lingkungan daring yang lebih positif.
Transparansi algoritma
Perusahaan media sosial sudah sepatutnya dituntut untuk lebih transparan mengenai bagaimana algoritma mereka bekerja dan bagaimana mereka menentukan konten yang ditampilkan pada pengguna. Hal ini akan memberikan pengguna lebih banyak kontrol atas berita mereka dan membantu mereka memahami mengapa konten tertentu ditampilkan pada mereka.
Kontrol pengguna atas algoritma
Pengguna perlu memiliki lebih banyak kontrol atas algoritma yang menentukan konten yang ditampilkan pada mereka. Realisasinya bisa termasuk fitur seperti kemampuan untuk menyembunyikan atau mematikan jenis tertentu dari konten, atau mengontrol frekuensi jenis posting tertentu. Terbukti meski sudah mulai diterapkan oleh perusahaan media sosial, tetapi belum ada hukum yang mengikat dan mewajibkan mereka untuk menyediakannya.
Diversifikasi Perspektif dalam Industri Teknologi
Sebagai industri yang berkembang dan mendominasi saat ini, industri teknologi perlu memberikan usaha lebih untuk memastikan keberagaman dan inklusivitas, termasuk dalam hal gender, ras, dan budaya. Paling tidak hal ini akan membantu memastikan bahwa algoritma yang menjalankan media sosial dikembangkan dengan berbagai perspektif dan bahwa bias-bias yang merugikan kelompok tertentu dapat ditangani.
Simpulan
Menuliskan artikel ini, sebenarnya adalah upaya untuk saya sendiri semakin mawas diri dan di saat yang sama berharap ada yang dapat memetik manfaat jika mengalami pengalaman yang serupa. Saya yakin, dengan kita sepenuhnya sadar dan memilih untuk mempromosikan hal baik, menyuarakan kebutuhan transparansi, kontrol pengguna, dan pentingnya keragaman, kita dapat mengurangi dampak negatif dari algoritma pada emosi kita. Tapi, tentu saja jika dilakukan secara kolektif. Sayang sekali jika media sosial yang memiliki potensi sebagai alat mutakhir untuk berjejaring dan membangun hubungan sosial, malah jadi bumerang pada kesehatan mental dan kebahagiaan kita.
Pada akhirnya, kita perlu ingat bahwa kita punya kuasa untuk memilih apa yang kita izinkan untuk masuk ke dalam kehidupan dan apa yang kita beri atensi. We need to use it very well.
“Social media use increases depression and loneliness”, https://penntoday.upenn.edu/news/social-media-use-increases-depression-and-loneliness
“#StatusofMind”, https://www.rsph.org.uk/our-work/campaigns/status-of-mind.html