Edisi yang lalu, gw menulis tentang ketika melakukan sesuatu kebaikan sekecil apapun membuat sparks ke orang lain. Dalam dua minggu terakhir, gw menemukan hal lain yang lebih mengejutkan dari kursus Science of Well-Being di Coursera yang diadakan oleh Yale University. Kita kembali lagi ke kata "kebaikan" itu, ketika berbuat baik ternyata bukan cuma orang lain yang merasa senang, tapi diri kita sendiri bisa jadi bahagia juga.
Kasarnya, kita bisa membeli kebahagiaan dengan cara menolong orang lain!
Sejauh mana kita bisa melakukan kebahagian agar bisa lebih bahagia? Jawabannya adalah semampunya kita. Sekecil apapun. Dari hal-hal yang sederhana seperti memberi senyuman tiap hari kepada orang atau bisa juga menggunakan uang kita untuk memberikan sesuatu ke orang. Dengan gitu saja, kita sudah bisa bahagia kok.
Yakin cukup? Yup. Dunn dan koleganya pernah melakukan percobaan, ia memberikan $5 dan $20 ke beberapa orang dan ternyata kadar kebahagiaan yang dicapai keduanya tidak jauh berbeda. Konteksnya disini berarti kalau kita mampunya sekian ya tidak apa-apa, tidak perlu memberi diluar batas kemampuan kita.
Cara favorit gw adalah menyapa orang yang gw temui setiap pagi ketika bersepeda. Mulai dari seorang opa yang duduk di teras rumahnya, pasangan suami-istri yang tiap hari juga berjalan pagi, satpam, sampai ibu-ibu yang bertugas membersihkan area kompleks.
Dengan menyapa mereka, entah kenapa hati menjadi lebih senang, apalagi ketika disapa mereka menjawab dengan senyuman juga, berarti hari itu gw sudah berhasil membuat seseorang tersenyum. Gak jarang ada yang akhirnya jadi ngobrol-ngobrol lebih lanjut setelah itu.
Selain memberikan sparks ke orang lain, βA true act of selflessness always sparks oneself too.β Jadi, ketika memberikan kebaikan semuanya mendapat keuntungan, itβs a win-win.
Letβs sparks together,
goodbye ππand good night ππ₯