Hari-hari ini, saat seruan #dirumahaja banyak digencarkan di media massa, aku mengisi waktu dengan belajar lagi tentang hidup berkesadaran dan minimalisme. Buka-buka lagi website zenhabits.net, ulik-ulik buku, tapi paling sering via Youtube. Salah dua (halah) akun youtube lokal favorit tentang hidup berkesadaran dan minimalisme adalah milik Maurilla Sophianti Imron (Muriel) dan Fany Sebayang. Keduanya mengembalikan makna minimalism (minimalisme), self-growth (pengembangan diri), dan mindfulness (hidup berkesadaran) agar dapat dijangkau rakyat jelata seperti aku. Aku baru saja menonton sebuah video milik Muriel, youtuber yang banyak berbagi tentang conscious living (minimalism, zero waste, healthy lifestyle), yang ini:
Gaya hidup yang mereka jalani ini sebenarnya sudah banyak dijalankan orang-orang jaman dulu, cuma judulnya aja kurang keren. Kemarin-kemarin heran juga dengan tren, misalnya, plant-based diet yang berupa salad bowl atau guacamole dan lain-lain yang bahannya susah didapat dan mahal. Padahal sejatinya, mbah-mbah di masa lalu juga sudah menerapkan dengan makan gethuk, blendung, dan lain-lain yang minim proses pengolahan. Kalau dalam fashion, munculnya kain bahan organic cotton blablabla yang harganya selangit itu sebenarnya bisa diakali dengan pakai baju yang biasa aja tapi kalau nyuci pakai tangan agar awet dan bisa bertahan bertahun-tahun .
Semoga ini bukan toxic positivity, tapi akibat pembatasan wilayah yang memaksa aku mengurangi aktivitas di luar membuat aku berhasil mempraktekkan gaya hidup berkesadaran seperti yang disebut Muriel dalam tautan di atas. Mari kuingat:
Gratitude journal. Hingga tahun lalu aku masih pakai Gratitude Garden, lantas bosan. Akhirnya sejak awal tahun aku pakai buku dan bolpoin, tulis tangan. Tidak selalu disiplin, tapi cukup rapi dan detil. Kadang isinya daftar belanjaan, kadang resume artikel yang kubaca, malah aku punya catatan jadwal isi token listrik dan beli galon air .
Yoga dan meditasi. Pertengahan tahun lalu aku merasa leher bagian belakang hingga ke punggung sering nyeri. Aku tahu caraku duduk seringkali kurang sempurna, apalagi saat bekerja aku hanya berdiri sesekali dari kursiku. Lantas seorang kawan yang berprofesi sebagai fisioterapis menyarankan aku mencoba gerakan yoga sederhana. Ternyata efeknya enak di badan, nyeri punggung berkurang serta kualitas tidurku semakin bagus. Kalau meditasi, aku belum pernah dengan sungguh-sungguh menjalankan. Tapi, setiap malam sebelum tidur aku sering berdiskusi dengan diriku sendiri tentang apa-apa yang kurasakan. Sama ga sih dengan meditasi?
Listen. Ini #ThingsImStillLearning, dan aku cukup PD bilang aku berhasil. Karena aku dan kawan-kawan dekat tidak selalu sempat bertatap muka, maka listen ini juga saat berinteraksi tekstual. Membaca chat kabar terbaru dan berusaha merespon tidak kurang dan tidak lebih.
Be present dan aware pada apa yang di sekitar. Oh ya, ini karena aku tidak menganut multitasking dalam berkegiatan. Bekerja tanpa nyalakan musik, hanya punya WA web untuk nomer kantor, dan akhir-akhir ini membiasakan diri untuk respon "aku slowresp ya" pada pesan pribadi di jam kerja. Begitupun di luar jam kerja, gawai kantor otomatis masuk tas dan hanya cek sesekali sebelum jam kerja esok harinya.
Slow down. Ini terbantu karena tinggal di tempat yang jarang macet, jadi pagi hari bisa berangkat dengan tenang. Tapi karena aku sering panik sendiri, slow down ini masih PR juga sih. Setiap kali merasa panik, aku selalu ingat kata-kata Thich Nhat Hanh yang jadi mantraku sehari-hari: smile, breathe, and go slowly. Ketika menghadapi situasi sulit, aku belajar untuk atur nafas. Biasanya aku mampu berpikir lebih jernih setelah mengendalikan nafasku.
Acknowledge your emotion. Ini juga masih belajar, untuk bisa melabeli emosi yang terjadi dengan kosa kata yang lebih kaya. Jangan dilawan, shay, tapi juga tetap dikontrol. Tanya pada diri sendiri, perasaan apa ini yang sedang kurasakan? Mengapa perasaan ini hadir? Tentu tidak selalu mudah, tapi cukup ampuh dalam mencegah aku melakukan keputusan bodoh karena emosi negatif sesaat.
Enjoy the little things. Enam bulan terakhir ternyata aku jarang ambil foto, padahal biasanya aku selalu berusaha mengabadikan momen-momen yang ada untuk diingat lagi di lain waktu. Mungkin karena betul-betul menikmati hal kecil yang kadang aneh dan baru. Misalnya hewan-hewan kecil yang suka "ngintip" di jendela kubikelku. Atau aku yang suka ngintip jendela lama-lama untuk lihat langit biru dengan awan putihnya yang cantik. Lalu menjelang sore ada semburat jingga, oranye, bahkan ungu menaungi wajah-wajah yang saling berpamitan. Atau saat meraba kantong jaket untuk cari kunci, menyadari ada sekotak makan malam yang digantung seseorang di daun pintu. (Udah puitis, belum?)
Apakah semua orang harus hidup berkesadaran? Ya. Apakah harus dengan langkah di atas? Tidak, boleh dengan jalan masing-masing. Apa kamu juga sedang mencoba menjalani hiduo berkesadaran? Coba bagikan ceritamu 😊