Beberapa waktu terakhir saya membahas tentang marah di akun Instagram saya. Marah adalah salah satu emosi yang selama ini sering diasosiasikan sebagai sesuatu yang buruk. Padahal belum tentu seperti itu. Yang paling banyak salah paham adalah bagaimana membedakan marah sebagai sebuah emosi & ekspresi kemarahan yang dapat berbahaya atau mencelakakan. Artikel ini berusaha menjelaskan tentang perbedaan tersebut dan apa yang bisa kita lakukan.
Apa Perbedaan Marah & Marah-Marah?
Banyak yang belum menyadari ada perbedaan antara keduanya:
Marah = Bentuk emosi
Marah-marah = bentuk ekspresi dari kemarahan (yang seringkali, membahayakan/harmful)
Semua emosi bersifat cair dan temporer, begitupun kemarahan. Dari sini kita bisa belajar bahwa perasaan marah itu dapat berubah tergantung wadah pengekspresiannya. Dari sini pula kita tahu bahwa tak perlu takut, menahan rasa marah karena pasti ada masanya untuk reda sendiri.
Tak jarang hal ini masih misleading & disalah-pahami oleh beberapa orang. Pernah seseorang kaget & bilang:
“Iya, kemarin kamu bilang kamu marah. Tapi kamu ga kelihatan marah, Vin?”
“Emang marah harus teriak-teriak gitu? If I told you I’m angry, then I mean it. Perhaps you shouldn’t put your assumption higher than trusting others words.”
Mengapa kita sulit membedakan emosi marah & ekspresi kemarahan?
Tidak pernah belajar/diajari untuk mengekspresikan kemarahan
Tidak pernah melihat, punya teladan yang mengekspresikan kemarahan dengan cara yang sehat
Media menampilkan keduanya sama sama saja
Lalu, Bagaimana Jika Sedang Marah?
Sadari
Marah itu penting disadari, agar tahu sebab dan bisa dicari solusinya.
Apakah karena ada batasan yang dilanggar?
Apakah ada ketidak-adilan yang dialami?
Apakah ada power dynamic yang timpang?
Apa yang ada dalam kuasa kita & bisa dilakukan untuk merespon hal ini?
Terkadang saya marah, tapi hanya mampu terdiam, tidak dapat mengartikulasikannya. Bahkan terkadang terasa sakit atau ciri fisik lainnya. 'Menyadari' menjadi langkah krusial agar dapat menentukan langkah selanjutnya.
Amati
Catat hal yang konsisten, selalu memantik kemarahan. Untuk hal-hal ini, tentukan 'pertolongan pertama'nya. Contoh: kalau sedang marah & emosi overwhelmed saya butuh tidur. I could sleep 10-14 hours straight due to my emotional degree. Sampaikan dengan orang-orang terdekat, agar mendapat ruang/space untuk melakukannya.
Yang perlu diingat, meminta ruang untuk mengamati, memproses kemarahan bukanlah alasan untuk menunda & menghukum pihak lain yang mungkin terlibat atau terkena dampak atas kemarahan ini. Pernah dengar atau mengalami silent treatment? Didiamkan, ‘digantung’ tanpa kejelasan. It’s a big NO. Beri tenggat waktu yang wajar untuk membicarakannya dan tepati komitmen tersebut.
Pahami
Setelah kita mengetahui bahwa marah & marah-marah itu berbeda di awal artikel, maka kita tahu yang kita perlu lakukan adalah untuk memproses emosi tersebut dari perasaan besar yang abstrak menjadi perihal spesifik yang dengan mudah dipahami oleh pihak lain. Hal ini disebut emotional granularity1.
Ketika sudah semakin granular & jelas, hal ini memudahkan kita untuk menghindari marah-marah. Ketika membaca "The Courage to Be Happy", bagian ini memaksa saya untuk meninjau kembali pemahaman atas bentuk komunikasi yang saya lakukan saat marah. Saya paham bahwa komunikasi non-verbal sangat berpengaruh, tetapi tidak menilik bahwa "marah-marah" adalah bentuk komunikasi yang bertujuan untuk coercing power, memaksakan kuasa pada pihak lainnya.
Poin menohok lainnya adalah karena "marah-marah" bisa naik tingkat/mengalami ekskalasi menuju kekerasan, baik verbal atau fisik. Maka ia juga bentuk komunikasi yang menunjukkan ketidak-dewasaan sebagai manusia.
Lalu, bentuk komunikasi seperti apa yang tepat? Yang mengutamakan konsensus. Di bahasa Indonesia kita sering dengar musyawarah mufakat. Jika hanya satu pihak saja menyampaikan pendapat, itu bukan konsensus. Jika pihak lain memahami, menyepakati, berarti tujuan komunikasi tercapai.
Antisipasi
Saya mengantisipasi “macetnya” aliran emosi dengan metode Interstitial Journaling. Ketika mulai muncul malas untuk mencatat, misalnya, saya mengingat kembali pondasi ini. Jika saya tidak mencatat, maka saya tidak bisa objektif & menentukan "pertolongan pertama" yang bisa menjaga kewarasan dalam mengkomunikasikan apa yang saya pikirkan.
Utilisasi
Many times, anger could help as a jumpstart. Sebagai pemicu, penggerak yang efektif. Memahami karakter emosi yang satu ini secara objektif dapat bermanfaat dan tidak melulu menganggapnya hanya bernilai 'negative'.
Karena marah atas peristiwa keguguran yang dramatis, saya mulai belajar financial planning. Karena kesal atas fakta bahwa belajar financial planning tidak cukup untuk menjamin masa depan anak cucu, akhirnya belajar social mobility.
Semoga kamu lebih bisa memaksimalkan & berkawan dengan emosi yang satu ini, temans!
Thanks to Alfons yang memberi referensi ini!
Marah, Tanpa Perlu Marah-Marah
Masih terus belajar juga untuk mengendalikan Marah, dan mengarahkan energinya untuk yg lebih bermanfaat Vin. Terima kasih bahasannya. 👍🏽