Mengelola Pengetahuanmu dengan Sistem Anti-Lupa
Mengenal Zettelkasten, Second Brain & Evergreen Notes
Bagaimana jika kita tak pernah kehabisan ide?
Bagaimana jika kita bisa mengetahui, recall & track apa yang kita pelajari tepat 5 tahun yang lalu?
Bagaimana jika ada sistem yang bisa menjadi otak kedua untuk menyimpan pengetahuan & membuatnya bertumbuh?
Pertanyaan-pertanyaan di atas mungkin terdengar muluk atau mimpi semata, nyatanya hal-hal itulah yang sedang dijawab oleh gelombang trend Personal Knowledge Management (PKM). Secara singkat artikel ini berusaha menjelaskan:
Apa & bagaimana sih Personal Knowledge Management (PKM) itu?
Mengapa buku How to Take Smart Notes penting bagi PKM?
Apa itu Zettelkasten, Second Brain & Evergreen Notes?
Di akhir artikel, saya berharap pembaca bisa memutuskan, penting atau tidak ya ngulik subjek ini lebih lanjut. Let’s dive on!
Apa & bagaimana sih Personal Knowledge Management itu?
Sejak ilmu pengetahuan berkembang, mencatat memiliki peranan penting dalam prosesnya. Mulai dari lembaran lontar, lalu bagaimana akademisi menulis di potongan kertas yang diikat dengan tali dari kulit, kesemuanya berusaha merekam pengetahuan yang dipelajari dengan catatan.
Jika mencatat sedemikian penting dalam memahami & mendalami suatu topik, bisa ga kalau kita punya sistemnya? Bentuk pencatatan yang populer seperti Cornell system, linear notes, mind mapping dianggap memudahkan pemahaman tetapi tidak menaruh perhatian pada penyimpanan & kemudahan akses pengetahuan tersebut di kemudian hari. Contoh riil: saya sudah lupa sama sekali bagaimana pemahaman & argumen saya pada mata kuliah di semester satu, dan tidak bisa lagi mengakses apa pendapat saya dulu. Di sinilah PKM hadir.
Mari sepakat pada satu hal: Our brain is for creating, thinking and not for storing information. Kita punya memori (jangka pendek atau panjang) yang terbatas. Hal ini membuat otak kita mengcompress data dan menyeleksi ingatan kita secara otomatis. Dengan adanya PKM maka kita tidak bergantung pada batasan tersebut, karena telah mempunyai sistem untuk mengelola pengetahuan yang kita miliki.
Manajemen pengetahuan selama ini hanya dalam area pekerjaan, riset, pendidikan dan sektor formal lainnya, bukan di level personal. PKM juga menawarkan fungsi lebih luas dari sekadar alat untuk menyimpan pengetahuan, tetapi alat untuk berpikir (tool for thoughts). Singkatnya, PKM adalah sistem untuk mengorganisir pengetahuan kita dengan tujuan siap dipakai menjadi produk/karya kreatif (tulisan, artikel, buku, podcast, vlog, etc).
Saat ini, perkembangan teknologi ditambah pesatnya passion/creator economy melahirkan adanya genre baru dengan pasar PKM yang spesifik yaitu indie thinker atau thinkfluencer. Latar belakang thinkfluencer yang beragam mulai dari ilmuwan, dokter, investor, penulis, entrepreneur dan profesi lain menjanjikan satu hal: PKM dapat diterapkan di level individu & tidak terikat titel pekerjaan kalian.
Mengapa buku How to Take Smart Notes penting bagi PKM?
Lalu, mulai dari mana? Adalah satu buku berjudul How to Take Smart Notes karya Sonke Ahrens (2017)1 yang bisa kalian cek untuk mulai. Buku tersebut menjabarkan bagaimana sosiolog Jerman ternama, Niklas Luhmann (1927-1998) mengelola pengetahuannya dengan sistem Zettelkasten atau Slip Box, dimana Luhmann menggunakan index card untuk mencatat pemikirannya. Yang menjadikan sistem ini istimewa adalah:
Luhmann hanya menulis hal yang ia sukai & yang mudah baginya
Luhmann berangkat dari topik yang telah ada di dalam slipboxnya (tidak mulai dari nol) serta memisahkan proses mencatat, berpikir, menulis, editing & proofread.
Hasilnya? Selama 30 tahun berkarir, Luhmann menelurkan lebih dari 70 buku & 400 jurnal, termasuk Theory of Society yang signifikan bagi ilmu sosiologi. Jumlah yang masif & tidak dapat dipungkiri produktivitasnya. Sistem zettelkasten sendiri tidak banyak diketahui sebelumnya karena tidak diungkap di luar publik Jerman. Hingga akhir hidupnya, ketika dikonservasi, terdapat 90.000 index card dalam Zettelkasten Luhmann. Mungkin kamu terkejut melihat angkanya. Jika dihitung secara matematis, nyatanya Luhman rata-rata “hanya” menulis 6 kartu per hari (selama berkarir). Anggap saja kita hanya mampu menulis 1 kartu per hari, dengan proyeksi optimis & tingkat produktivitas yang sama maka kita dapat menulis 11 buku & 60an jurnal. Angka yang masih sangat fantastis, bukan?
Apa itu Zettelkasten, Second Brain & Evergreen Notes?
Oke, bagaimana sih cara Luhmann mencatat? Ada 3 fase yang dilalui: fleeting notes - literature notes - permanent notes.
Luhmann mencatat hal yang menarik baginya, tahap ini adalah fleeting notes. Fleeting notes bersifat sementara dan bisa dibuang nanti.
Lalu, Luhmann mencatat di index card sumber referensi yang berkaitan dengan gagasan di fleeting notes, tahap ini adalah literature notes.
Catatan di tahap akhir disebut permanent notes. Di sini Luhman ber-refleksi dari fleeting notes & literature notes, menanyakan bagaimana pemikiran ini berhubungan-berlawanan-menambah nilai dari gagasan lain yang sudah ada sebelumnya di Zettelkasten? Luhmann menulis permanent notes secara singkat, jelas & seakan-akan untuk menerangkan kepada orang lain dan menggunakan bahasa/kalimatnya sendiri. Tiap permanent notes ia berikan penomoran yang unik. Permanent notes yang satu dengan lainnya dapat berurutan ataupun bercabang sesuai dengan keterkaitan topik dan isinya. Seiring berjalannya waktu, akan ada permanent notes yang “menyeberang” ke topik yang lain dan menjadikan jejaring penghubung antara satu gagasan ke gagasan yang lain.
Dapat dibayangkan, lambat laun, permanent notes itu akan “bertumbuh” & berjejaring satu sama lain. Luhmann biasa memulai tulisan/karya berawal dari topik yang paling banyak terhubung di dalam Zettelkastennya.
Belakangan, muncul peningkatan bentuk pengejawantahan prinsip Zettelkasten, dengan menggunakan software atau aplikasi terbaru seperti Notions & Roam Research. Beberapa tokoh pun muncul dengan mengadaptasi framework Zettelkasten dengan tambahan di beberapa aspek, sehingga menjadikan PKM lebih menarik & pesat perkembangannya.
Andy Matuschak dengan 3 fase serupa yaitu seedling - budding - evergreen notes. Perbedaan: Matuschak percaya pentingnya “ritual” atau habit dalam membangun sistem, ia menyisihkan waktu khusus di pagi hari untuk mencatat serta menggunakan teknik spaced repetition (secara berkala meninjau topik tertentu) untuk meningkatkan pemahaman. Matuschak juga percaya pada collective intelligence sehingga membuka sebagian evergreen notesnya kepada publik (konsep bekerja & belajar di publik ini disebut digital gardening).
Tiago Forte dengan 3 fase serupa yaitu summarise - organise - retrieve dimana ia menggabungkan konsep produktivitas PARA system dengan prinsip Zettelkasten menjadi “Building a Second Brain”. Forte punya analogi: “Second Brain is a factory, not a library” sehingga ia mengorganisir pengetahuan dengan tujuan untuk memproduksi atau menghasilkan karya, bukan sekadar disimpan saja. Sejauh ini, Forte adalah satu-satunya yang mengajarkan secara detil PKM & mengemasnya dalam online course. Course yang ia ajarkan ini berbiaya $1500-$2500.
PKM sendiri adalah ranah topik yang cukup baru (kurang dari 10 tahun ke belakang). Ia masih berada di fase awal sehingga ke depan pasti akan banyak perubahan, peningkatan & perbaikan.
To wrap up, let me summarise once again for you:
Mengelola pengetahuan dengan sistem itu penting, karena menyadari terbatasnya kemampuan memori otak manusia.
PKM adalah sistem untuk mengorganisir pengetahuan kita dengan tujuan siap dipakai menjadi produk/karya kreatif
Teknik pengelolaan Zettelkasten menjadi game changer dalam PKM
Jadi, gimana temans? Apa pendapat kalian tentang PKM? Tertarik tapi masih bingung? Atau malah penasaran pengen ngulik lebih jauh lagi? Aku bikin survey di sini, jika berkenan, tolong isi yah. Biar aku tahu seberapa besar ketertarikan kalian atas PKM dan bisa share lagi dengan format yang pas buat kamu. Thank YOU!
Update (21/02/22): Lagi Ngulik berkolaborasi dengan komunitas Lingkar Baca mengadakan sesi Mencatat a la Second Brain yang bisa kalian simak recap & rekaman videonya di sini.
Update (05/07/23): Saat ini saya telah beralih menggunakan aplikasi Obsidian, setelah sebelumnya menggunakan Roam Research untuk Second Brain saya. Berikut artikel selengkapnya atau penjelasan dalam format video.
Summary menyeluruh buku ini oleh Tiago Forte dapat kalian lihat di How To Take Smart Notes: 10 Principles to Revolutionize Your Note-Taking and Writing