Beberapa minggu terakhir, musim penghargaan untuk film, aktor, dan kru telah tiba. Mulai dari Critics Choice Awards, Golden Globes, hingga yang paling dinanti adalah Academy Awards atau yang lebih dikenal sebagai Piala Oscar. Film Everything Everywhere All At Once (EEAAO) yang gw suka banget memenangkan banyak sekali penghargaan mulai dari best feature film, Michelle Yeoh sebagai pemeran wanita utama terbaik, dan Ke Huy Quan memenangkan beberapa di kategori supporting actor.
Bicara soal Ke Huy Quan, dari beberapa interview dan acceptance speech-nya, ia kembali dan lagi-lagi menceritakan bagaimana struggle-nya di Hollywood. Dari child actor, berjuang untuk mendapatkan tempat sebagai aktor utama, tapi kala itu untuk aktor Asia peran-perannya tidak sebanyak sekarang sehingga memutuskan untuk berhenti dan mulai bekerja di balik layar. Hingga akhirnya kembali di film EEAAO. Cerita Ke Huy Quan ini cukup menggugah banyak orang hingga ia dibanjiri pujian, what a comeback story.
Comeback story lainnya adalah Brendan Fraser. Seorang aktor gagah di era 90-an hingga 2000-an, mendadak meredup dan berat badannya naik cukup drastis, beda dengan image-nya sebelumnya yang muscle guy. Namun, ia kembali dengan memerankan seorang pria obesitas yang ingin bertemu anaknya dalam film The Whale. Tidak hanya itu, ia memenangkan Critics Choice Award sebagai pemeran utama pria terbaik.
Dalam wawancara dan speech-nya, ia menceritakan bagaimana ia di-reject dari Hollywood hingga bagaimana ia bisa kembali ke dunia akting. Lagi-lagi cerita seperti ini mendapat respon positif dari masyarakat.
Dari kedua cerita ini, ada satu persamaan antara Ke Huy Quan dan Brendan Fraser, yaitu sama-sama being vulnerable. Mereka berani menceritakan kelemahannya, menceritakan kesulitan-kesultan yang dialami.
Ketika kita bisa vulnerable, bukan berarti kita benar-benar lemah, justru dari vulnerablity ini kita bisa lebih tahan banting, ada daya bangkitnya, dan mengapa orang malah senang, karena menunjukkan kemanusiaan. Ya karena kita semua memiliki kelemahan, tidak sempurna. Seperti yang disampaikan oleh Adam Grant berikut ini:
Beberapa waktu lalu, gw sempet dapet perkataan dari seorang teman kalau gw adalah orang yang vulnerable. gw pikir-pikir, apa iya ya? Hmm.. Dan gw berpikir, iya juga ya. Salah satu yang gw tulis di Lagi Ngulik yang menunjukkan vulnerability adalah ketika gw belajar bersepeda.
Apakah mudah untuk being vulnerable? Menurut gw, sama sekali tidak. Susah banget buat bisa menceritakan kekurangan kita. Apalagi ditengah orang-orang yang selalu mempertunjukkan kelebihannya. Selalu ada yang namanya success stories, tapi cerita kegagalan masih sangat jarang diperlihatkan, padahal kita semua pernah gagal.
Lalu gimana caranya biar bisa vulnerable? Mencoba untuk jujur kalau gw, mulai jujur dengan diri sendiri, jujur kalau emang saat ini belum bisa. Jujur kalau emang ga semua hal perlu kita bisa. Ketika kita bisa menerima diri, barulah bisa menceritakan kekurangan. Walaupun gw sendiri masih banyak hal yang belum bisa diceritakan.
Seiring berjalannya Lagi Ngulik, gw jadi berpikir, ini bisa jadi tempat gw untuk share my vulnerability more. Sesuai namanya, “ngulik” berarti menyelidiki, berarti mencari sesuatu yang tidak pasti dan bisa hasilnya berhasil atau coba lagi. Karena bisa aja, kita perlu jalan memutar untuk menemukan komponen-komponen lain sebelum akhirnya sampai ke tujuan kita.
Edisi lalu gw udah mencoba eksperimen 30 hari berjalan kaki dan bisa dibilang cukup berhasil, ada juga yang belum berhasil dapet pacar dari first date, dan edisi berikutnya gw mau bercerita tentang eksperimen gw lainnya dengan social media.
goodbye 😚👆and good night 👉💥