Halo semuanya! Balik lagi di tulisan Devon! Kali ini gw masih mau melanjutkan tulisan dari analogi membuat roti beberapa waktu lalu. Setelah di edisi sebelumnya gw menjelaskan dan bereksperimen mengenai tidur atau proofing kalo di membuat roti, dimana selain berkarya, tidur itu juga penting loh, kali ini gw mau ke nomor 2, yaitu mengadon, atau ketika lagi berkarya ini proses kita membuat karyanya.
Dalam mengadon roti ada 2 hal yang perlu diperhatikan, yaitu alat dan bahan. Bahan tentu adalah komponen-komponen penyusun roti, ada telur, tepung, gula, dan lainnya. Sedangkan alat adalah benda yang mendukung supaya bahan-bahan tersebut menjadi roti yang kita mau. Sementara dalam berkarya kita harus perhatikan content dan context. Kita narrow down ya jadi sebuah karya tulis, content adalah tulisan kita, karakter didalam cerita, percakapan dalam cerita, tempat dalam cerita. Sementara context adalah big picture-nya, atau premis dari cerita, apa tujuan cerita, atau situasi dalam cerita.
Content mungkin bisa berdiri sendiri tanpa context, tapi jadi tidak memiliki makna. Contohnya seperti ini, ketika content berdiri sendiri:
"Halo! Apa kabar?" kata Cecil
"Hmm... aku baik, kamu gimana?" jawab Rosa dan bertanya balik.
Kalau tanpa konteks seperti ini hanya sebatas percakapan tanpa ada makna lebih, hanya bertanya kabar, tapi coba kita tambahin konteks berupa situasi cerita:
Ketika Cecil sedang berjalan sendirian di taman, ia berpapasan dengan Rosa, mantan pacarnya. Mereka memutuskan untuk mengakhiri hubungan mereka sekitar 2,5 tahun lalu. Dengan memberanikan diri, Cecil menyapa Rosa.
"Halo! Apa kabar?" kata Cecil
"Hmm... aku baik, kamu gimana?" jawab Rosa dan bertanya balik.
Setelah diberikan konteks, maka cerita ada makna dan tujuannya. Lalu bagaimana caranya context making dan content making?
Context ini kalo diperluas lagi bisa seperti visi atau tujuan yang ingin dicapai dari karya kita. Ketika menulis bisa dibuat premise-nya terlebih dahulu. Premise ini ditulis dalam 1-2 kalimat aja dengan formula karakter (who) + tujuan (what) + halangan (but). Contohnya gini: Seorang anak yatim piatu (who) ingin menjadi kepala desa (what) tapi dia dikucilkan warga karena di tubuhnya tersegel monster rubah ekor sembilan (but). Yes, ini adalah premise dari manga Naruto. Nah, sama seperti visi pada umumnya, premise ini tidak akan berubah atau tidak bisa diganggu gugat, digunakan agar cerita tetap pada tujuan dan ga kemana-kemana. Pada akhirnya, walaupun sempat mau menyelamatkan Sasuke dan desa Konoha sempat hancur oleh Pain, Naruto tetap menjadi Hokage kan?
Ketika sudah tau apa yang mau disampaikan, baru kita ke isinya. Ketika bingung gimana membuat isinya, kita bisa memecah lagi dari tujuan cerita yang dibuat atau yang disebut chunking. Kita bisa pecah jadi 3 yang cukup umum: perkenalan, konflik, kesimpulan / pendahuluan, isi, penutup. Setelah itu, untuk mempermudah, masing-masing bagian bisa kita bagi-bagi lagi. Contoh dibagian perkenalan, dibagi menjadi beberapa segment lagi dalam proses pengenalan tokoh, tapi karena ada konteks kecil yaitu perkenalan, ga bakal diganggu gugat bagian perkenalan, jadi dibagian perkenalan ga akan ada konflik (utama) nya.
Salah satu teknik penceritaan yg menurut gw bagus adalah Marvel Cinematic Universe (MCU), yes kita ngomongin Marvel lagi, terutama di Infinity Saga ya, dari film Iron Man - Avengers: Endgame. Coba kita cari tau dulu premise Infinity Saga, yaitu Avengers melindungi bumi tetapi datang alien bernama Thanos untuk menghancurkan dunia. Lalu ketika beralih ke isi atau kontennya. MCU juga menggunakan chunking dan membagi 3 fase dalam cerita.
Apa itu chunking? Chunking adalah proses membagi-membagi informasi besar kedalam grup-grup kecil. Pembagian grupnya bisa berdasarkan kesamaan dari informasi-informasi yang terdapat dalam isi. Balik lagi kita ke contoh Avengers untuk mempermudah:
Phase 1 perkenalan Avengers, Phase 2 Avengers menghadapi konflik, Phase 3 Final Battle. Kita breakdown lagi di Phase 1, di-chunking lagi menjadi beberapa film sendiri-sendiri untuk memperkenalkan personil Avengers, ada Iron Man, Hulk, Thor dan Captain America. Seiiring berjalannya waktu, terjadi perubahan-perubahan di konten bukan menjadi masalah, seperti masuknya Spider-Man ke MCU, karena tetap pada premise Infinity Saga.
Context dan Content ini ga cuma bisa digunakan pada berkarya atau menulis fiksi aja, non-fiksi biar topiknya ga kemana-mana juga bisa, bahkan media yang berbeda juga bisa, misal ny instagram carousel, bisa di-chunk per slide. Hal lain seperti belajar juga akan membuat lebih mudah paham. Contoh belajar jadi investor, untuk tau investasi bisa chunking mungkin mulai dari tujuan investasinya apa, instrumen investasi itu apa aja, sampai gimana caranya muterin duit investasi. Dalam tujuan hidup atau berbisnis juga, tadi udah sempet kebahas, kalau udah punya visi (context) maka bisa buat misi-misi kita, lalu misi-misi kita bisa di-chunk lagi jadi tujuan jangka panjang, di-chunk lagi jadi tujuan-tujuan jangka pendek, tujuan tahunan, bulanan, harian untuk mendukung visi yang kita punya.
Dari post gw sebelum-sebelumnya juga menerapkan context-content chunking juga, post ROTIxPRODUKTIF jadi big picture-nya, lalu gw break down (sejauh ini) jadi SLEEPxPERIMENT dan post ini.
Let’s make the big pic clear, so goodbye 😚👆and good night 👉💥 !