Akhirnya setelah menulis selama 100 hari di Instagram, writingpat yang gw lakukan akhirnya kelar. Ini merupakan pengalaman pertama gw menulis rutin di platform digital, sebelumnya ga pernah sebanyak ini menulis yang dipublikasikan di internet.
Banyak ups & downs-nya ketika menulis sebenernya, seperti ketika menulis memang kita ingin berbagi dengan orang lain, namun ga semuanya punya pengalaman yang sama atau referensi yang sama dengan kita. Apalagi ketika mempublikasikannya di ruang publik di internet yang begitu bebas, tentu orang punya latar belakang yang berbeda-beda. Karena itu, sering banget pesan yang kita ingin sampaikan tidak dimaknai serupa dengan apa yang kita mau.
Cara yang paling gw suka untuk bercerita agar pemahamannya jauh lebih luas adalah analogi. Bahkan kalau gw tarik balik ke belakang, analogi ini salah satu cara yang nyokap gw ajarin untuk belajar berhitung, mungkin temen-temen juga diajarinnya seperti ini, 5 apel ditambah 3 apel sama dengan 8 apel. Tanpa sadar itu adalah bentuk analogi, memakai benda yang sudah ada untuk memahami konsep tambah-tambahan. Maka dari itu, post ROTIxPRODUKTIF atau tentang Gamification keduanya memakai analogi.
Kembali lagi ke masa sekarang, gw suka ada beberapa orang yang memakai analogi untuk bercerita, dari Indonesia dulu, gw seneng dengan gaya bercerita analogi dari Edward Suhadi, seorang sutradara iklan. Ada beberapa cerita yang ia ceriterakan menggunakan analogi simpel sehingga orang lebih mudah memahaminya, contoh cerita tentang Congklak dan Covid, Filosofi Pete Tokopedia, atau yang lagi relate sama gw tentang sepeda. Edisi Lagi Ngulik sebelumnya gw cerita tentang sepeda dan Edward Suhadi juga bercerita tentang cadence sepeda yang menjadi analogi dari sesuatu yang bisa kita kontrol.
Kemudian dari luar Indonesia ada Adam Grant, seorang penulis dari Amerika Serikat, ada beberapa buku yang pernah ia tulis seperti Think Again dan Originals. Walaupun gw belum menyempatkan diri membaca bukunya, tapi gw sering membaca artikel-artikel yang ia tulis di LinkedIn atau Harvard Business Review. Pendekatannya Grant ini banyak menggunakan istilah-istilah analogi, di artikel Say Goodbye to MBTI, the Fad That Won't Die ini, per point ia menggunakan analogi seperti ini "A Physical Exam That Ignores Your Torso and One of Your Arms" untuk menunjukkan bahwa personality test tidaklah sempurna.
Terakhir, yang paling seru adalah Jack Butcher atau lebih dikenal dengan Visualize Value di Twitter ataupun di Instagram. Ia membuat analogi dengan membuat gambar yang sangat sederhana dan mudah untuk menjelaskan kata-kata atau kutipan-kutipan dari orang. Dibawah adalah salah satu favorit gw, as simple as that.
Dengan beranalogi, gw banyak menyadari hal-hal yang ternyata punya konsep yang sama ya, bahkan konsep sesuatu yang kompleks ternyata ada di sekitar kita juga. Selain mempermudah penyampaian pesan, gw juga jadi belajar untuk memahami orang, belajar untuk paham bahwa orang tidak semuanya mempunyai pemahaman yang sama dengan kita.
Letβs try to understand each other,
goodbye ππand good night ππ₯