Menjejak di sepuluh hari terakhir di bulan Desember tahun ini, 2022 resmi mendekati garis akhir. Setelah bersama-sama melakukan annual review pekan lalu, saya perlahan melihat kembali jurnal, post di social media, juga kotak masuk surel pribadi. Jikalau digambarkan dalam 1 kata, maka tahun ini adalah turbulensi. Ia turun menukik lalu perlahan naik, tetapi kemudian dihantam lagi oleh angin dan cuaca yang bertubi. Alih-alih ‘mencari hal yang menantang’, tahun ini yang saya inginkan adalah hidup yang stabil ‘saja’, di jalan yang tenang dan benar.
Meski terkesan sulit dan dramatis, ketidak-nyamanan menghadapi turbulensi hidup mengajarkan saya pelajaran-pelajaran yang membekas dan mendalam. Di sana kemudian saya tersadar betapa penting mensyukuri apa yang dapat saya ambil hikmahnya ini. Berikut beberapa nilai yang saya pelajari tahun ini:
Belajar tanpa peduli ‘panen’
Acap kali kita menentukan target saat mempelajari topik tertentu. Kita tahu apa yang ingin kita capai, apa indikatornya, memiliki harapan tertentu setelah sampai di sana seperti mampu melakukan A, B, C, dst. Di tahun ini, saya belajar bahwa kadang kita perlu belajar tanpa peduli hasil yang akan kita panen. Karena sebenarnya, banyak ilmu yang kita tidak akan pernah betul-betul tahu kapan ia akan berguna. Begitu juga pengalaman atau praktek yang kita lakukan.
Bersandar padaNya
Setahun terakhir saya melewati pengalaman yang mengajarkan lemahnya diri ini sebagai manusia. Tidak heran karenanya, jika saya kemudian menuliskan topik seperti ketidak-mampuan manusia untuk menerima realita, standar dan penerimaan diri, sampai pada relasi antara kebahagiaan dan keterbatasan. Kesemuanya sebetulnya adalah usaha untuk merefleksikan apa yang saya pelajari, bahwa sangat penting menyadari posisi manusia sebagai hamba yang punya banyak keterbatasan. Mindset ini membantu untuk dapat menghapus bias pikir yang dimiliki, menghapus rasa jumawa yang tumbuh dan kembali menjejak bumi serta menerima kenyataan.
Mengalokasikan waktu untuk “yang penting dan tidak urgen”
Dalam artikel yang saya tuliskan tentang refleksi, resolusi dan resistensi, ada penjelasan 4 kuadran dalam memetakan prioritas dalam hidup. Setahun ke belakang, saya mencoba mempraktekkan apa yang saya tulis dengan lebih tekun, yaitu mengutamakan dan mengalokasikan waktu untuk perihal yang ada di kuadran 2: important & not urgent. Kuadran ini seringkali luput dan tergelincir dari pikiran saat banyak kesibukan menerpa sampai akhirnya terlupa. Perlu adanya bujet waktu yang disadari dan diniatkan dengan sungguh-sungguh agar hal penting tersebut bisa direalisasikan.
Remember, these too shall pass
Di saat mengalami ujian yang terasa sangat sulit dan menyakitkan (mentally and physically), analogi yang paling mendekati bagi saya adalah seperti berada di dalam lorong yang gelap, tanpa ada sinar cahaya di ujungnya. Penangkalnya sederhana, namun sulit dilaksanakan: sabar, sembari menyadari sifat impermanent yang dimiliki banyak hal di dunia. That these too shall pass. Kesedihan akan berlalu, kebahagiaan pun begitu. Berganti-ganti dan berubah-ubah tiap waktu.
Mensyukuri rasa cukup
Nilai yang terakhir saya pelajari dari banyak kejadian di tahun ini. Saya sering (kebetulan) berada di tempat yang kadang kikuk dan aneh lalu menyaksikan sendiri bagaimana sifat tamak, rakus, sikap berlebih-lebihan kemudian menghancurkan seseorang. Di situ saya kemudian sadar, bahwa memiliki rasa cukup, mampu berhenti dengan sadar & niatan sendiri, juga memahami batas-batas yang tidak boleh diterjang itu adalah anugerah. Dan sangat perlu kita syukuri, jika sudah mampu menjalani itu semua. Karena sekali saja anda menyeberangi batas tersebut, boleh jadi sangat sulit untuk kembali.
Tahun ini merupakan tahun yang penuh dengan pelajaran yang berharga bagi saya dan saya yakin bahwa pelajaran-pelajaran tersebut akan membantu saya dalam tahun-tahun yang akan datang. Thank YOU for the lessons and goodbye 2022!